Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia
No: 03/DSN-MUI/IV/2000,
tentang
Deposito.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a. Bahwa keperluan masyrakat dalam
peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi, pada masa kini,
memerlukan jasa perbankan; dan salah satu produk perbankan di bidang
penghimpunan dana dari masyarakat adalah deposito, yaitu simpanan dana
berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimapanan dengan bank.
b. Bahwa kegiatan deposito tidak semuanya
dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah).
c. Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk mu’amalah syari’ah untuk dijadijkan
pedoman dalam pelaksanaan deposito pada bank syari’ah.
Mengingat :
1. Firman Allah QS. Al-Nisa’ (4) : 29:
يا
أيها الذين أمنوا
لا تأكلوا أموالكم
بينكم بالباطل إلا
أن تكون تجارة
عن تراض منكم
…
Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu....
2. Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 283:
…. فإن أمن
بعضكم بعضا فليؤد
الذى اؤتمن أمانته
وليتق الله ربه
….
...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendalkah yang dipercayai itu mennuaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya....
3. Firman Allah QS. Al-Ma’idah (5): 1:
يا أيها
الذين أمنوا أوفوا
بالعقود ……
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...
4. Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) : 198 :
ليس عليكم جناح
أن تبتغوا فضلا
من ربكم .....
...Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari
Tuhanmu...
5. Hadis Nabi riwayat al-Thabrani:
كَانَ
سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ
عَبْدِ الْمُطَلِّبِ إِذَا
دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى
صَاحِبِهِ أَنْ لاَ
يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا،
وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ
وَادِيًا، وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً
ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ،
فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ
ضَمِنَ، فَبَلَغَ شَرْطُهُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ فَأَجَازَهُ (رواه الطبراني
فى الأوسط عن
ابن عباس).
Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harga
sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.
(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أن
رسـول الله صلى
الله عليه وسلم
قال : ثلاث فيهن
البركة : البيع إلى
أجـل والمقارضة وخلط
البر بالشعير للبيت
لا للبيع (رواه ابن
ماجه عن صهيب)
Nabi bersabda: ‘Ada tiga hal yang mengandung
berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR.
Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin
Auf:
الصلح جائز
بين المسلمين إلا
صلحا حرم حلالا
أو أحل حراما
والمسلمون على
شروطهم إلا
شرطاحرم حلالا أو
أحل حراما
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram..
8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat
menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak
ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’
(Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
9. Qiyas. Transaksi mudharabah, yakni
penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada
pihak lain (‘amil, mudharib) untuk diperniagakan (diproduktifkan) dan
keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan, diqiyaskan kepada
transaksi musaqah.
10. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
11. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan
banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam usaha
memproduktifkannya, sementara itu tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki
harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu,
diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
Memperhatikan :
Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Sabtu, tanggal 26
Dzulhijjah 1420H/ 1 April 2000.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA TENTANG DEPOSITO
Pertama :
Deposito ada dua jenis:
- Deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu Deposito yang berdasarkan perhitungan bunga.
- Deposito yang dibenarkan, yaitu Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah.
Kedua :
Ketentuan Umum Deposito berdasarkan Mudharabah:
1.
Dalam
transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2.
Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk
di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3.
Modal
harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4.
Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
5.
Bank
sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6.
Bank
tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April 2000 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
Prof. KH. Ali Yafie
|
Drs.H. A. Nazri Adlani
|
No comments:
Post a Comment