Wednesday, December 24, 2014

Murabahah

Makalah Hukum Bisnis


Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 04/DSN-MUI/IV/2000,
tentang
Murabahah.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
Menimbang :
a.       Bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan prinsip jual beli.
b.      Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
c.       Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah
Mengingat :
1.      Firman Allah QS. Al-Nisa’ (4) : 29:
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم
Hai orang-orang yang beriman ! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu …….
2.      Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 275:
…… وأحل الله البيع وحرم الربا ……
…….Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ………..
3.      Firman Allah QS. Al-Ma’idah (5): 1:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود ……
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....
4.      Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) : 280 :
وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة .
Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia kelapangan …………
5.      Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إنما البيع عن تراض  (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان)
Bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka “ (HR Al Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
6.      Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أن رسـول الله صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث فيهن البركة : البيع إلى أجـل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع) رواه ابن ماجه عن صهيب(
Bahwa Rasulullah saw bersabda : Ada tiga hal yang mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR Ibnu Majah dari Shuhaib).
7.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حراما والمسلمون على
شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
Antara kaum Muslimin boleh mengadakan perdamaian, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan setiap muslim terikat pada syaratnya (perjanjian yang dibuatnya) masing-masing kecuali syarat mengharamkan yang halal  atau  menghalalkan yang haram. Hadits riwayat Turmudzi dan hadits ini dishahihkannya.
8.       Hadis Nabi riwayat Jama’ah:
مطل الغني ظلم) …… رواه الجماعة(
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedhaliman ………
9.      Hadis Nabi riwayat Nasa’i Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ ( رواه النسائى و ابو داود وابن ماجه و أحمد)
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya. (HR  An Nasa’i, Abu dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
10.  Hadis Nabi riwayat ‘Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam:
أنه سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن العربان فى البيع فأحله   (رواه عبد الرازق)
Rasulullah ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya. (HR ‘Abd ar-Raziq)
11.  Ijma’ Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, II/161; al-Kasani, Bada’i as-Sana’i V/220-222).
12.  Kaidah fiqh:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.

Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420H/ 1 April 2000.

Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH
Pertama          : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1.      Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.      Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.      Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Kedua            : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1.      Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2.      Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3.      Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4.      Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5.      Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6.      Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7.      Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a.       Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b.      Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga            : Jaminan dalam Murabahah:
1.      Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2.      Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat       : Hutang dalam Murabahah:
1.      Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.      Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3.      Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima          : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1.      Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2.      Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam        : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ditetapkan di    : Jakarta
Tanggal            : 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April 2000

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,
                                       Sekretaris,



Prof. KH. Ali Yafie
                                     Drs.H. A. Nazri Adlani
 

No comments:

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini