Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:
02/DSN-MUI/IV/2000,
tentang
Tabungan.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a.
Bahwa
keperluan masyrakat dalam peningkatan kesejahteraan dan dalam bidang investasi,
pada masa kini, memerlukan jasa perbankan; dan salah satu produk perbankan di
bidang penghimpunan dana dari masyarakat adalah tabungan, yaitu simpanan dana
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
telah disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau
alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b.
bahwa kegiatan
tabungan tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah).
c.
Bahwa oleh
karena itu, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan fatwa
tentang bentuk-bentuk mu’amalah syari’ah untuk dijadijkan pedoman dalam
pelaksanaan tabungan pada bank syari’ah.
Mengingat :
1.
Firman
Allah QS. Al-Nisa’ (4) : 29:
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم …
Hai orang-orang yang
beriman ! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela
diantaramu …….
2.
Firman
Allah QS. Al-Baqarah (2): 283:
.... فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد الذى اؤتمن أمانته وليتق الله ربه …
...Maka,
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu mennuaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....
3.
Firman
Allah QS. Al-Ma’idah (5): 1:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود ……
Hai orang yang beriman! Penuhilah
akad-akad itu....
4.
Firman
Allah QS. Al-Ma’idah (5): 2:
... وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان ...
dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebaikan....
5.
Hadis Nabi
riwayat al-Thabrani:
كان سيدنا العباس بن عبد المطلب إذا دفع المال مضاربة إشترط على صاحبه أن لا يسلك به بحرا ولا ينـزل به واديا ولا يشتري به دابة ذات كبد رطبة فإن فعل ذلك ضمن فبلغ شرطه رسول الله صلى الله عليه واله وسلم فأجازه (رواه الطبراني في الأوسط عن ابن عباس)
Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan
harga sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya. (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
6.
Hadis Nabi
riwayat Ibnu Majah:
أن رسـول الله صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث فيهن البركة : البيع إلى أجـل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع (رواه ابن ماجه عن صهيب)
Nabi bersabda: ‘Ada tiga hal yang
mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7.
Hadis Nabi
riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حراما والمسلمون على شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram..
8.
Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan
(kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada
seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma’ (Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).
9.
Qiyas.
Transaksi mudharabah, yakni penyerahan sejumlah harta (dana, modal) dari satu
pihak (malik, shahib al-mal) kepada pihak lain (‘amil, mudharib) untuk
diperniagakan (diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
10.
Kaidah
fiqh:
الأصل في المعاملات الا با حة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkan.
11.
Para ulama
menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang mempunyai harta namun tidak
mempunyai kepandaian dalam usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak
sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara
kedua pihak tersebut.
Memperhatikan :
Pendapat
peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Sabtu, tanggal 26
Dzulhijjah 1420H/ 1 April 2000.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA TENTANG TABUNGAN
Pertama
: Tabungan ada dua jenis:
1.
Tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah,
yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga.
2.
Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip mudharabah dan Wadi’ah.
Kedua
: Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:
1.
Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai
shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana.
2.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak betentangan dengan prinsip
syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
3.
Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam
bentuk tunai dan bukan piutang.
4.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk
nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5.
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional
tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.
Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketiga
: Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah:
1.
Bersifat simpanan.
2.
Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau
berdasarkan kesepatakan.
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April 2000 M
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
Prof.
KH. Ali Yafie
|
Drs.H.
A. Nazri Adlani
|
No comments:
Post a Comment