Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No:
09/DSN-MUI/IV/2000,
tentang
Pembiayaan Ijarah.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a.
Bahwa kebutuhan masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan dan memperoleh manfaat suatu barang sering
memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b.
Bahwa kebutuhan akan ijarah
kini dapat dilayani oleh lembaga keuangan syariah (LKS) melalui akad pembiayaan
ijarah.
c.
Bahwa agar akad tersebut sesuai
dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad ijarah
untuk dijadikan pedoman oleh LKS
Mengingat :
1.
Firman Allah QS. Al-Zukhruf
(43) : 32:
أهم يقسمون رحمت
ربك نحن قسمنا
بينهم معيشتهم في
الحياة الدنيا ورفعنا
بعضهم فوق بعض
درجت ليتخذ بعضهم
بعضا سخريا ورحمت
ربك خير مما
يجمعون
“Apakah
mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan”.
2.
Firman Allah QS. Al-Baqarah (2)
: 233 :
وإن أردتم أن
تسترضعوا أولادكم فلا
جناح عليكم إذا
سلمتم ما أتيتم
بالمعروف
واتقوا الله واعلموا أن
الله بما تعملون
بصير
“...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.”.
3.
Firman Allah QS. Al-Qashas (28)
: 26:
قالت إحدهما ياأبت
استأجره إن خير
من اتأجرت القوي
الأمين
“Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”.
4.
Hadis riwayat Ibnu Majah dari
Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
أعطوا الأجير أجره
قبل أن يجف
عرقه
“Berikanlah
upah pekerja sebelum keringatnya kering.”.
5.
Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq
dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda:
من
استأجر أجيرا فليسم
أجرته
“Barangsiapa
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”.
6.
Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’ad
Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
كنا
نكرى الأرض بما
على السواقى من
الزرع فنهى رسول
الله صلى الله
عليه وسلم عن
ذلك وأمرنا أن
نكريها بذهب أو
ورق
“Kami
pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah
melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya
dengan emas atau perak.”.
7.
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi
dari Amr bin Auf:
الصلح
جائز بين المسلمين
إلا صلحا حرم
حلالا أو أحل
حراما والمسلمون على
شروطهم إلا شرطاحرم
حلالا أو أحل
حراما
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”.
8.
Ijma ulama tentang kebolehan
melakukan akad sewa menyewa.
9.
Kaidah Fiqh:
الأصل
في المعاملات الإجابة
إلا أن يدل
دليل على تحريمها
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.
درء
المفاسد مقدم على
جلب المصالح
“Memghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas
mendatangkan kemaslahatan.”
Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno
Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H / 13 April
2000.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA
TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah :
1.
Pernyataan
Ijab dan Qabul.
2.
Pihak-pihak
yang berakad (berkontrak) : terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset,
LKS) dan penyewa (lesee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset,
nasabah).
3.
Obyek
kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4.
Manfaat
dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin,
karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu
sendiri.
5.
Sighat
Ijarah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara
verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Obyek Ijarah:
1.
Obyek
Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.
Manfaat
barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.
Pemenuhan
manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4.
Kesanggupan
memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.
Manfaat
harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.
Spesifikasi
manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.
Sewa
adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat
pula dijadikan sewa dalam Ijararah.
8.
Pembayaran
sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek
kontrak.
9.
Ketentuan
(flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat
dan jarak.
Ketiga
: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam pembiayaan Ijarah
1.
Kewajiban
LKS sebagai pemberi sewa:
a.
Menyediakan
aset yang disewakan.
b.
Menanggung
biaya pemeliharaan aset.
c.
Menjamin
bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
2.
Kewajiban
nasabah sebagai penyewa:
a.
Membayar
sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta
menggunakannya sesuai kontrak.
b.
Menanggung
biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c.
Jika
aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Keempat
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000
M
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
Prof.
KH. Ali Yafie
|
Drs.H.
A. Nazri Adlani
|
No comments:
Post a Comment