Thursday, December 25, 2014

Rahn

Makalah Hukum Bisnis


Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 25/DSN-MUI/III/2002,
 Tentang
 Rahn.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a.       Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang
b.      Bahwa lembaga keuangan syariah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya
c.       Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang hal untuk dijadikan pedoman tentang Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas hutang.
Mengingat :
§  Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) : 283:
وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهان مثبوضة فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد الذى اؤتمن أمانته وليتق الله ربه .
 “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang...”.
§  Hadis nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a, ia berkata:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم إشترى من يهودى طعاما إلى أجل ورهنه دراعا من حديد
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”.
§  Hadis Nabi riwayat al-Syafi’i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi s.a.w bersabda:
لا يغلق الرهن من صاحبه الذى رهنه له غنمه وعليه غرمه
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.”
§  Hadis nabi riwayat Jama’ah kecuali Muslim dan al-Nasai, Nabi s.a.w bersabda:
الرهن يركب بنفقته إذا كان مرهونا ولبن الدرّ يشرب بنفقته إذا كان مرهونا الذى يركب ويشرب النفقة
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan.”.
§  Ijma: Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V:181).
§  Kaidah Fiqh :
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Memperhatikan :
§  Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 dan hari rabu, 15 Rabiul Akhir 1423 H / 26 Juni 2002.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan   : FATWA TENTANG RAHN.
Pertama            : Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
Kedua             : Ketentuan Umum
1.      Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin ,dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin,
4.      Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.      Penjualan Marhun
a.          Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
b.      Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
c.          Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penujualan.
d.      Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
Ketiga              : Ketentuan Penutup
1.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyarawah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di  : Jakarta
Tanggal           : 14 Rabiul Akhir 1423 H / 26 Juni 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Ketua,
Sekretaris,



K.H. M.A. Sahal Mahfudh
Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin

No comments:

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini