Friday, December 21, 2012

Tanya Jawab Sosiologi Hukum

Makalah Hukum Bisnis


Nama  : Muhammad Kanzul Fikri Aminuddin
NIM    : C02210044
Dosen  : Sukamto, SH., MS.
UTS Sosiologi Hukum
1.      Jelaskan Istilah-istilah dibawah ini: Sosiologi sebagai ilmu empiris dan observatif, Sosiologi bersifat komulatif dan teoritis, dan Sosiologi sebagai pengetahuan yang bersifat non etis?
2.      Jelaskan pengertian hukum sebagai gejala sosial dan hukum berfungsi sebagai rekayasa sosial dalam kehidupan masyarakat?
3.      Bagaimana hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, jelaskan?
4.      Jelaskan analisis saudara tentang sistem hukum dipandang dari sudut paradigma sosial yang saudara ketahui?
5.      Mengapa penegakan hukum di Indonesia dikesankan tidak atau kurang mencerminkan rasa keadilan masyarakat, jelaskan pendapat saudara?
Jawaban
1.      a.   Sosiologi sebagai ilmu empiris dan observatif, berarti bahwa sosiologi didasarkan pada hasil observasi (pengamatan) terhadap kenyataan dan akal sehat dan hasilnya tidak bersifat spekulatif. Sosiologi ini didasarkan pada pengamatan dan penalaran. Pengamatan berarti semua yang berhubungan dengan panca indera manusia, yang dialaminya dalam kehidupan sosial. Adapun penalaran adalah semua yang berhubungan dengan akal budi manusia atau bersifat rasional (rasio atau akal budi manusia). Seringkali sifat empiris ini dihubungkan dengan sifat ilmu yang dapat diuji dengan fakta. Sesuatu yang faktual tidak dapat disangkal kebenarannya karena dapat dilihat sendiri dengan mata kepala atau pancaindera.
b.   Sosiologi bersifat kumulatif. Kumulatif berasal dari kata Latin Cumulare yang berarti menimbun, memupuk, makin lama makin besar. Artinya teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang lama. Misalnya sosiologi pendidikan yakni teori sosiologi dipadukan dengan teori pendidikan dan dikaitkan dengan teori keluarga, karena dalam keluarga mengandung unsur pendidikan.
Sedangkan Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori. Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh karena itu, dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.
c.   Sosiologi sebagai pengetahuan yang bersifat non etis, artinya yang dipersoalkan bukan baik buruknya fakta tertentu, melainkan tujuannya untuk menjelaskan secara analitis. Secara sosiologis, keberadaan anak jalanan dalam contoh tersebut tidak bisa dikatakan buruk dalam analisinya. Akan tetapi sosiologi berusaha menjelaskan tentang keberadaan anak jalanan dan penyebab-penyebabnya. Sosiologi bukan cabang ilmu yang membicarakan hal mana yang baik dan mana yang buruk. Cabang ilmu yang membahas hal tersebut adalah “etika”.
2.   a.   Hukum diartikan sebagai gejala sosial yakni hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat. Sebagai gejala sosial, hukum bertujuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai macam kepentingan seseorang dalam masyarakat, sehingga akan meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota masyarakat untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat dapat berjalan aman dan tertib.
b.   Hukum berfungsi sebagai rekayasa sosial yakni merupakan fungsi hukum yang dapat diarahkan untuk merubah pola-pola tertentu dalam suatu masyarakat, baik dalam arti mengokohkan suatu kebiasaan menjadi sesuatu yang lebih diyakini dan lebih ditaati, maupun dalam bentuk perubahan lainnya.
3.   Secara umum hubungan yang terjadi antara hukum dengan nila-nilai sosial/budaya adalah bahwa budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya kepatuhan dan menjadi aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat tersebut menjadi salah satu referensi bagi hukum positif Indonesia.
Jadi hukum merupakan perwujudan nilai-nilai sosial budaya yang dianut dalam lingkungan suatu kebudayaan pada masyarakat tertentu.
.4.  Pada dasarnya sistem hukum di duni ada 5, antara lain sebagai berikut:
1.      Hukum sipil.
2.      Sistem hukum Anglo Saxon atau dikenal juga dengan Common Law.
3.      Hukum agama.
4.      Hukum adat.
5.      Hukum negara blok timur (Sosialis).
Menurut George Ritzer paradigma dalam sosiologi, yaitu:
1.      Paradigma fakta sosial yang menyatakan bahwa struktur yang terdalam masyarakat mempengaruhi individu.
2.      Paradigma definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu dalam masyarakat mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sekalipun struktur juga berpengaruh terhadap pemikiran individu, akan tetapi yang berperanan tetap individu dan pemikirannya.
3.      Paradigma perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari individu yang terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini interaksi antarindividu dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan perilaku individu yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, paradigma dalam sosiologi sebagaimana dikemukakan tersebut akan menyebabkan adanya berbagai macam teori dan metode dalam pendekatannya.
5.      Reformasi politik Orde Baru yang otoriter itu semula memang menuju demokrasi, tetapi dipertengahan jalan tujuannya berubah atau berbelok lagi, memang tidak kembali ke otoriter tetapi berbelok ke oligarki, di mana keputusan-keputusan penting banyak diambil secara kolutif oleh elit-elit politik untuk kepentingan yang sempit. Ini yang harus diawasi bersama. Reformasi agar hakim tidak bisa diintervensi oleh siapa pun telah dilakukan, sehingga bebas dan mandiri di hadapan tugas-tugasnya, tetapi dalam praktik ada hakim-hakim yang justru memanfaatkan kebebasan itu secara negatif yakni menikmati kebebasan berkolusi, bukan bebas untuk melakukan fungsi peradilan secara independen dan bertanggungjawab. Tentu saja hal itu tidak bisa digeneralisasikan karena dalam faktanya ada juga hakim-hakim yang baik. Hanya saja, di tempat-tempat penting dan strategis itu kemudian selalu muncul aroma kolusi di dalam penegakan hukum yang biasanya dikenal sebagai mafia peradilan.

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini