Fatwa Dewan Syari'ah Nasional
Majelis Ulama Indonesia
No: 39/DSN-MUI/X/2002,
tentang
Asuransi Haji.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a.
Bahwa perjalanan haji
mengandung risiko berupa kecelakaan atau kematian dan untuk meringankan beban
risiko tersebut perlu adanya asuransi
b.
Bahwa asuransi haji sudah termasuk dalam komponen biaya perjalanan ibadah
haji (BPIH) yang dibayar oleh calon jamaah haji melalui Departemen Agama RI.
c.
Bahwa setiap calon jamaah
haji mengharapkan semua proses pelaksanaan ibadah haji termasuk asuransinya
sesuai dengan syariah agar mendapatkan haji mabrur.
d.
Bahwa pengelenggaraan asuransi konvensional dinilai bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah, maka asuransi yang digunakan harus sesuai dengan
syariah.
e.
Bahwa oleh karena itu
dipandang perlu menetapkan fatwa tentang Asuransi Haji.
Mengingat :
§ Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan:
يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله
خبير بما تعملون
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18)
§ Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam amal
kebajikan, antara lain:
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا
على الإثم والعدوان و اتقوا الله إن الله شديد العقاب
dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5]: 2)
§ Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus
dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بـهيمة
الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد وأنتم حرم إن الله يحكم ما يريد
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)
§ Firman Allah QS. an-Nisa [4]: 58:
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا
بالعدل إن الله نعما يعظكم به إن الله كان سميعا بصيرا
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil...
§ Firman Allah QS. Al-Maidah [5] : 90:
يا أيها الذين أمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم
تفلحون
Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
§ Firman Allah QS. 2: 275:
…… وأحل الله البيع وحرم الربا ……
Dan Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
§ Firman Allah QS. Al-Baqarah [2] : 279:
فإن لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكم
رءوس أموالكم لا تظلمون ولا تظلمون
dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya
§ Firman Allah QS. An-Nisa [4] : 29:
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن
تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.
§ Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
Tiada balasan bagi haji
yang mabrur kecuali surga
§ Hadis-hadis Nabi s.a.w tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:
من فرج عن مسلم كربة من كرب الدنيا فرج الله عنه كربة من كرب يوم القيامة
والله في عون العبد مادام العبد في عون أخيه
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di
dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضهم بعضا
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu
bagian menguatkan bagian yang lain” (HR. Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
المسلمون على شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل
حراما
“Kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
نـهى رسول
الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الغرر
“Rasulullah s.a.w melarang
jual beli yang mengandung gharar” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan
Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
إن خيركم أحسنكم قضاء
(رواه البخارى)
“Orang yang terbaik di
antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya” (HR.
Bukhari).
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat
Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik
dari Yahya)
.
§ Kaidah Fiqh yang menegaskan:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.” (As-suyuthi, Al-Asybah wan Nadzir, 60).
الحاجة تنـزل منـزلة الضرورة
“Keperluan dapat menduduki
posisi darurat.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzir, 63).
الضرر
يدفع بقدر الإمكان
“Segala mudharat harus
dihindarkan sedapat mungkin.” (As-suyuthi, Al-Asybah wan Nadzir, 62).
الضرر يزال
“Segala
mudharat (bahaya) harus dihilangkan.” (As-suyuthi, Al-Asybah wan Nadzir, 60).
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Tindakan imam [pemegang
otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti maslahat” (As-suyuthi, Al-Asybah wan
Nadzir, 121).
Memperhatikan :
1.
Pendapat para ulama tentang bolehnya asuransi
syari’ah :
- Wahbah al Zuhaily, al Fiqhu al Islami, cet. IV tahun 1997 juz V/ 3416.
لا
شكَّ في جواز التأمين التعاوني في الإسلام لأنه يدخل في عقود التبرعات, ومن قبيل
التعاون على البر لأن كل مشترك يدفع إشتراكه بطيبِ نفسٍ لتخفيف اثار المخاطر
وترميم الأضرار التي تصيب أحد المشتركين
Tidak diragukan lagi bahwa
asuransi ta’awuni (tolong-menolong) dibolehkan dalam syari’at Islam, karena hal
itu termasuk akad tabarru’ dan sebagai bentuk tolong-menolong dalam kebaikan
karena setiap peserta membayarkepesertaannya (preminya) secara sukarela untuk
meringankan dampak resiko dan memulihkan kerugian yang dialami salah seorang
peserta asuransi.
§ Husain Hamid Hasan , Hukmu al
Syari’ah al Islamiyyah fi ‘uquud al Ta’min, Darul I’tisham, 1976.
أن
أساس المنع في التأمين هو إشتماله على الغرر الذي نهى الشارع عن الغرر
ينطبق على العقود التي يقصد بها المعاوضة
Alasan pelarangan dalam asuransi
(konvensional) adalah karena ia mengandung (unsur) gharar yang dilarang oleh
syari’at. Larangan syari’at terhadap gharar yang dimaksud di sini adalah pada
akad-akad pertukaran (mu’awadhah).
2.
Substansi fatwa DSN nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari’ah.
3.
Undang-undang nomor 17 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan pasal 7 Keppres nomor 55 tahun 2002.
4.
Surat dari AJB Bumi Putera 1912 No.
277/Dir/BS/X/2002 tertanggal 16 Oktober 2002 perihal permohonan fatwa Asuransi
Haji.
5.
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan syari’ah Nasional
pada hari Rabu, tanggal 23 Oktober 2002 M/ 16 Sya’ban 1423 H.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA
TENTANG ASURANSI HAJI.
Pertama : Ketentuan Umum :
1.
Asuransi Haji yang tidak
dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem
konvensional.
2.
Asuransi Haji yang
dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.
3.
Asuransi Haji yang
berdasarkan prinsip syariah bersifat ta’awuni (tolong menolong) antar sesama
jama’ah haji.
4.
Akad asuransi haji adalah
akad Tabarru’ (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jama’ah haji yang
terkena musibah. Akad dilakukan antara jamaah haji sebagai pemberi tabarru
dengan Asuransi Syariah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Kedua : Ketentuan Khusus :
1.
Menteri Agama bertindak
sebagai pemegang polis induk dari seluruh jamaah haji dan bertanggung jawab
atas pelaksanaan ibadah haji, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Jamaah haji berkewajiban
membayar premi sebagai dana tabarru’ yang merupakan bagian dari komponen Biaya
Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
3.
Premi asuransi haji yang
diterima oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari premi-premi asuransi
lainnya.
4.
Asuransi syariah dapat
menginvestasikan dana tabarru’ sesuai dengan fatwa DSN no. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang pedoman umum asuransi syariah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam
dana tabarru’.
5.
Asuransi syariah berhak
memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ yang besarnya ditentukan
sesuai dengan prinsip adil dan wajar.
6.
Asuransi syariah
berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji sebagai peserta asuransi
berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
7.
Surplus operasional adalah
hak jamaah haji yang pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai
pemegang polis Induk untuk kemaslahatan umat.
Ketiga : Penyelesaian Perselisihan :
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase
syariah yang berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyarawah.
Keempat : Penutup :
Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 16 Sya’ban 1423 H / 23 Oktober
2002 M
Dewan Syari’ah Nasional
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
K.H. M.A. Sahal Mahfudh | Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin |
No comments:
Post a Comment