Wednesday, December 24, 2014

Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran

Makalah Hukum Bisnis


Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 17/DSN-MUI/IX/2000,
Tentang
Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
Dewan Syari'ah Nasional setelah
Menimbang :
a.       Bahwa masyarakat banyak memerlukan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) berdasarkan prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannyakepada LKS dilakukan secara angsuran.
b.      Bahwa nasabah mampu terkadang menunda-nunda kewajiban pembayaran, baik dalam akad jual beli maupun akad lain, pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak.
c.       Bahwa masyarakat, dalam hal ini pihak LKS, meminta fatwa kepada DSN tentang tindakan atau sanksi apakah yang dapat dilakukan terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran tersebut menurut syari’at Islam.
d.      Bahwa oleh karena itu, DSN perlu menetapkan fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran menurut prinsip syari’ah Islam, untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

Mengingat :
1.      Firman Allah QS. Al-Ma’idah (5): 1:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود ……
Hai orang-orang yang beriman ! Penuhilah akad-akad itu ………….
2.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حراما والمسلمون على شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”.

3.      Hadits Nabi riwayat Jama’ah (Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa’I, Abu Daud, Tirmidzi, Malik, Darami dari Abu Hurairah, Ibnu Majah dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar) :
مطل الغني ظلم.. (رواه الجماعة)
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedhaliman ………

4.      Hadits Nabi saw riwayat Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahamad dari Syuraid bin Suwaid :
لي الواجد يحل عرضه وعقوبته ( رواه النسائى و ابو داود وابن ماجه و أحمد)
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya. (HR  An Nasa’i, Abu dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

5.      Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya :

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.

6.      Kaidah Fiqh:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

الضرر يزال      
Bahaya (beban berat) itu harus dihilangkan.


Memperhatikan :
a.       Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabbiul Awal 1421 H / 10 Juni 2000.
b.      Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 17 Jumadil Akhir 1421 H / 16 September 2000.

MEMUTUSKAN
Menetapkan     : FATWA tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
Pertama            : Ketentuan Umum :
1.      Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.
2.      Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3.      Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4.      Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
5.      Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
Kedua              : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketiga       : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di  : Jakarta
Tanggal           : 17 Jumadil. Akhir 1421 H / 16 September 2000 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Ketua,
Sekretaris,



K.H. M.A. Sahal Mahfudh
Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
 

No comments:

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini