Makalah Hukum Bisnis
Pembagian Maslahah dalam Maqashid Syaria’ah- Pertama, mashalih al-mu’tabiroh. Pada pointer ini syari’at menjelaskan secara langsung (tekstual) melalui nash atau ijmā’ atau dengan hukum yang disepakati oleh nash dan ijmā’ diantaranya -seperti pendapat Al-Ghazali- qiyas. Elemen yang membentuk maslahat pada marhalah ini seperti menjaga agama (khifdzu al-din) yaitu perintah untuk jihad dan memerangi orang-orang yang murtad, menjaga jiwa (khifdzu an-nafs) yaitu dengan memberikan hukuman qishos terhadap orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, menjaga akal (khifdzu al-‘aql) yaitu menerapkan sanksi atas orang yang minum khamr, menjaga keturunan (khifdzu an-nasl/al-‘irdh) yaitu menghukum pelaku yang berbuat jina dan menjaga harta (khifdzu al-mal) yaitu mengharamkan pencurian dan memotong tangan bagi orang yang melakukan hal itu. Ini semua dikenal dengan istilah ushūlul khomsah atau sifatnya dhoruriyah.
- Kedua, mashalihul mulghōh. Untuk maslahat yang berbenturan dengan nash qoth’i para ulama sepakat untuk tidak menggunakan dalam kehidupan karena sudah jelas ketidakabsahannya. Seperti persamaan (equality) perempuan dalam hak waris ini kontradiktif dengan nash Al-Qur’an (يوصيكم اللّه في أولادكم للذّكرمثل حظّ الأنثيين) surat An-Nissa:11. Atau orang yang menambah hartanya dengan cara riba, karena Allah sudah menjelaskan (وأحل اللّه البيع وحرّم الربي).
- Ketiga, mashalihul mursalah atau al-mashlahatul maskut ‘anha. Walaupun Al-Qur’an memuat kandungan hukum/konstitusi, tetapi tidak secara detail mengulas aspek juz’iyyat. Tidak adanya nash khusus yang memerintahkan ataupun melarangnya menjadi alasan yang memungkinkan seseorang untuk menentukan hukum suatu permasalahan yang berkembang pada saat sekarang ini dengan tetap berpegang pada prinsip awal yaitu memberikan manfaat dan menghilangkan madharat. Seperti pengumpulan mushaf Al-Qur’an dan menyatukannya pada masa Abu Bakar serta dibukukan menjadi satu oleh pada zaman Utsman bin Affan sebagai refensi utama.