Wednesday, December 24, 2014

Jual Beli Istishna'

Makalah Hukum Bisnis


Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 06/DSN-MUI/IV/2000,
tentang
Jual Beli Istishna'.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
Menimbang :
a.       Bahwa kebutuhan masyarkat untuk memperoleh sesuatu, sering memerlukan pihak lain untuk membuatkannya, dan hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli istishna’(الإستصناع), yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
b.      Bahwa transaksi istishna’ pada saat ini telah dipraktekkan oleh lembaga keuangan syariah.
c.       Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang istishna’ untuk menjadi pedoman.
Mengingat :
1.      Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حراما والمسلمون على شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
Antara kaum Muslimin boleh mengadakan perdamaian, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan setiap muslim terikat pada syaratnya (perjanjian yang dibuatnya) masing-masing kecuali syarat mengharamkan yang halal  atau  menghalalkan yang haram. Hadits riwayat Turmudzi dan hadits ini dishahihkannya.
2.      Hadis Nabi:

لا ضرر ولا ضرار

Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.
3.      Kaidah fiqh:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.
4.      Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh (jawaz) karena hal itu telah dilakukan oleh masyrakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya.

Memperhatikan :
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Sabtu, tanggal 29 Dzulhijjah 1420H/ 4 April 2000.
Dewan Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI ISTHISHNA’
Pertama         : Ketentuan tentang pembayaran :
1.      Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.
2.      Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3.      Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua           : Ketentuan tentang Barang:
1.      Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2.      Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.      Penyerahannya dilakukan kemudian.
4.      Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.      Pembeli (mushtashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.      Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
7.      Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga           : Ketentuan Lain
1.      Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2.      Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di  : Jakarta
Tanggal           : 29 Dzulhijjah 1420 H / 4 April 2000

DEWAN SYARI’AH NASIONAL 
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Ketua,
                              Sekretaris,



Prof. KH. Ali Yafie
                                  Drs.H. A. Nazri Adlani

No comments:

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini