Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 32/DSN-MUI/IX/2002,
tentang
Obligasi Syariah.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a. Bahwa salah satu bentuk
instrumen investasi pada pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang selama
ini didefinisikan sebagai suatu surat berharga jangka panjang yang bersifat
hutang yang dikeluarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi dengan kewajiban
membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo
kepada pemegang obligasi.
b. Bahwa obligasi sebagaimana
pengertian butir a. tersebut di atas, yang telah diterbitkan selama ini, masih
belum sesuai dengan ketentuan syariah sehingga belum dapat mengakomodir
kebutuhan masyarakat akan obligasi yang sesuai dengan syariah.
c. Bahwa agar obligasi dapat
diterbitkan sesuai dengan prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional memandang
perlu menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
§
Firman Allah QS. Al-Maidah [5]: 1:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...
§
Firman Allah QS. al-Isra [17] : 34:
وأوفوا بالعهد إنّ العهد كان مسئولا
dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya
§
Firman Allah QS. al-Baqarah [2] : 275:
الذين يأكلون الربا لا يقومون إلا كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك
بأنـهم قالوا إنما البيع مثل الربا. وأحل الله البيع وحرم الربا فمن جاءه موعظة من
ربه فانتهى فله ما سلف وأمره إلى الله ومن عاد فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang
yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.
§
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حراما والمسلمون على شروطهم إلا
شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
“Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.”.
§
Hadis nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu
Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang
lain”
§
Kaidah Fiqh:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.”
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan dapat menarik kemudahan”
الحاجة تنـزل
منـزلة الضرورة
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat”
الثابت بالعرف كالثابت بالشرع
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama
dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan
dengan syari’at).
Dewan
Syari’ah Nasional
Menetapkan : FATWA TENTANG OBLIGASI SYARIAH.
Pertama : Ketentuan Umum
1.
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat
hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
2.
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan
prinsip-prinsip syariah.
3.
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo.
Kedua : Ketentuan Khusus
1.
Akad yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain :
a.
Mudharabah (Muqaradhah) / Qiradh
b.
Musyarakah
c.
Murabahah
d.
Salam
e.
Istishna
f.
Ijarah
2.
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan
dengan syariah dengan memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI no.
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana
syariah;
3.
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada
pemegang obligasi syariah mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur
non-halal.
4.
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad
yang digunakan;
5.
Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
Ketiga : Penyelesaian
Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyarawah.
Keempat : Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 06 Rajab 1423 H / 14 September 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
K.H. M.A. Sahal Mahfudh
|
Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
|
No comments:
Post a Comment