Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia
No: 52/DSN-MUI/III/2006
tentang
Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Menimbang :
a.
Bahwa
fatwa DSN No.10/DSN-MUI/2000 tentang Wakalah dan fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya masih sangat umum
sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci;
b.
bahwa
salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Wakalah bil Ujrah untuk
asuransi, yaitu salah satu bentuk akad Wakalah di mana peserta memberikan kuasa
kepada perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee);
c.
bahwa
oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa
tentang Wakalah bil Ujrah untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1.
Firman
Allah SWT, antara lain:
وليخش الذين لو تركوا من
خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا شديدا
“Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).
يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله
خبير بما تعملون
“Hai orang yang beriman!
Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة
قلوبـهم و في الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله
عليم حكيم
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(QS. Al-Taubah [9]: 60).
وكذلك بعثناهم ليتساءلون بينهم قال
قائل منهم كم لبثتم قالوا لبثنا يوما أو بعض يوم قالوا ربكم أعلم بما لبثتم
فابعثوا أحدكم بورقكم هذه إلى المدينة فلينظر أيها أزكى طعاما فليأتكم برزق منه
فليتلطف ولا يشعرن بكم أحدا
“Dan demikianlah Kami bangkitkan
mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di
antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab:
‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain
lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan
hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.” (QS. Al-Kahf [18]: 19).
قال اجعلنى على خزائن الأرض إني حفيظ
عليم
"Jadikanlah aku bendaharawan
negara (Mesir). Sesung-guhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.”
(QS. Yusuf [12]: 55).
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الله نعما يعظكم به إن الله كان سميعا بصيرا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan
hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. ” (QS. al-Nisa’ [4]: 58).
وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها إن تريد إصلاحا يوفق الله بينهما إن الله كان عليما خبيرا
“Dan jika kalian khawatirkan
terjadi persengketaan di antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari
keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga wanita. Jika kedua hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Menilik” (QS. al-Nisa’ [4]:
35).
وتعاونوا على البر والتقوى ولا
تعاونوا على الإثم والعدوان و اتقوا الله إن الله شديد العقاب
“Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya” (QS. al-Ma’idah [5]: 2).
يا أيها الذين أمنوا أوفوا
بالعقود أحلت لكم بـهيمة الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد وأنتم حرم إن
الله يحكم ما يريد
“Hai orang yang beriman!
Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1).
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا
أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
“Hai orang yang beriman!
Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali
jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesung-guhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).
2.
Hadis-hadis
Nabi shallallahu alaihi wa sallam antara lain:
Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami,
Sufyan menceritakan kepada kami, Syabib bin Gharqadah menceritakan kepada kami,
ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang ‘Urwah,
عن عروة البارقى رضى الله عنه أن
النبى صلى الله عليه وسلم أعطاه دينارا يشترى به ضحية أو شاة فاشترى شاتين فباع
إحداهما بدينار فأتاه بشاة ودينار فدعا له بالبركة فى بيعه فكان لو اشترى ترابا
لربح فيه (رواه البخارى)
bahwa Nabi s.a.w. memberikan uang satu dinar
kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut
ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu
dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan satu eor kambing. Nabi s.a.w.
mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli
tanah pun, ia pasti beruntung.” (H.R. Bukhari).
عن أبى حميد الساعدى رضى الله عنه قال
إستعمل رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا من الأسد على صدقات بني سليم يدعى ابن
اللتبية فلما جاء حلبه
“Diriwayatkan dai Abu Humaid
al-Sa’idi r.a., ia berkata: Rasulullah s.a.w. mengangkat seorang laki-laki dari
suku Asd bernama Ibn Lutbiyah sebagai amil (petugas) untuk menarik zakat dari
Bani Sulaim; ketika pulang (dari tugas tersebut), Rasulullah memeriksanya.”
(H.R. Bukhari).
عن بسر بن سعيد عن ابن الساعدى
المالكى قال استعملنى عمر بن الخطاب رضى الله عنه على الصدقة فلما فرغت منها
وأديتها إليه امرلى بعملة فقلت إنما عملت لله وأجرى على الله قال خذ ما أعطيت فإنى
عملت على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فعملنى فقلت مثل قولك فقال لى رسول
الله صلى الله عليه وسلم إذا لأعطيت شيئا من غير أن تسأل فكل فتصدق
“Diriwayatkan dari Busr bin Sa’id
bahwa Ibn Sa’diy al-Maliki berkata: Umar mempekerjakan saya untuk mengambil
sedekah (zakat). Setelah selesai dan sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya,
Umar memerintahkan agar saya diberi imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja
hanya karena Allah. Umar menjawab: Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah
bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul, lalu beliau memberiku imbalan; saya pun
berkata seperti apa yang kamu katakan. Kemudian Rasul bersabda kepada saya:
Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu minta, makanlah (terimalah) dan
bersedekahlah.” (Muttafaq ‘alaih. Al-Syaukani, Nail al-Authar, [Kairo: Dar
al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527).
من فرج عن مسلم كربة من كرب الدنيا فرج الله عنه كربة من
كرب يوم القيامة والله في عون العبد مادام العبد في عون أخيه
“Barang siapa melepaskan dari
seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan
darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia
(suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
والمسلمون على شروطهم إلا شرطاحرم حلالا أو أحل حراما
“…Kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
3.
Kaidah
Fiqh:
الأصل في المعاملات الإجابة إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah
boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan:
1.
Pendapat
para ulama, antara lain:
§ Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar
al-Hadis, 2004], juz 6, h. 468.
ويجوز التوكيل بجعل وغير جعل, فإن
الننبي صلى الله عليه وسلم وكّل أُنَيسًا في إقامة الحدّ, وعروة في شراء شاة, وأبا
رافع في قبول النكاح بعير جعل, وكان يبعق عُمَّاله لقبض الصدقات ويجعل لهم عمالة
“Akad taukil (wakalah) boleh
dilakukan, baik dengan imbalan maupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa alihi wa sallam pernah mewakilkan kepada Unais untuk
melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, dan kepada Abu Rafi’
untuk melakukan qabul nikah, (semuanya) tanpa memberi-kan imbalan. Nabi pernah
juga mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat) dan beliau
memberikan imbalan kepada mereka.”
§ Pendapat Imam Al-Syaukani, Nail al-Authar,
[Kairo: Dar al-Hadits, 2000], j. 4, h. 527 ketika menjelaskan hadis Busr bin Sa’id hadis nomor 3 :
وفيه أيضا دليل على أنَّ من نوى
التبرُّع يجوز له أخذ الأجرة بعد ذلك
“Hadis Busr bin Sa’id tersebut
menunjukkan pula bahwa orang yang melakukan sesuatu dengan niat tabarru’
(semata-mata mencari pahala, dalam hal ini menjadi wakil) boleh menerima
imbalan.”
§ Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat
al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 89
وأجمعت الأمة على جواز
الوكالة للحاجة إليها, وتصح بأجر وبغير أجر
“Umat sepakat bahwa wakalah boleh
dilakukan karena diperlukan. Wakalah sah dilakukan baik dengan imbalan maupun
tanpa imbalan.”
§ Fath al-Qadir, juz 6, h. 2; Wahbah
al-Zuhaili, al-Fiqh alIslami wa Adillatuh, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], juz 5,
h. 4058.
تصح الوكالة بأجر وبعير أجر , لأن
النبي صلى الله عليه وسلم كان يبعث عماله لقبض الصدقات ويجعل لهم عُمُوْلَةً ... وإذا كانت الوكالة بأجر أي (بِجُعْلٍ)
فحكمها حكم الإجارات.
“Wakalah sah dilakukan baik
dengan imbalan maupun tanpa imbalan, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa
alihi wa sallam pernah mengutus para pegawainya untuk memungut sedekah (zakat)
dan beliau memberikan imbalan kepada mereka… Apabila wakalah dilakukan dengan
memberikan imbalan maka hukumnya sama dengan hukum ijarah.”
§ Ibn Qudamah, al-Mughni, [Kairo: Dar
al-Hadis, 2004], juz 6, h. 470.
أذن (الموكِّل) له (الوكيل) في
التوكيل فيجوز له ذلك, لأنه عقد أذن له به, فكان له فعله.
“(Jika) muwakkil mengizinkan
wakil untuk mewakilkan (kepada orang lain), maka hal itu boleh; karena hal
tersebut merupakan akad yang telah diizinkan kepada wakil; oleh karena itu, ia
boleh melakukannya (mewakilkan kepada orang lain).”
2.
Hasil
Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI dan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah
Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M.
3.
Pendapat
dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada 23 Shafar
1427/23Maret 2006.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD WAKALAH BIL UJRAH
PADA ASURANSI SYARI’AH
Pertama
: Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a.
asuransi
adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;
b.
peserta
adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam
reasuransi syari’ah.
Kedua
: Ketentuan Hukum
o
Wakalah
bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta.
o
Wakalah
bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola
dana peserta dan/atau melakukan kegiatan lain sebagaimana disebutkan pada
bagian ketiga angka 2 (dua) Fatwa ini dengan imbalan pemberian ujrah (fee).
o
Wakalah
bil Ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi yang mengandung unsur tabungan
(saving) maupun non tabungan.
Ketiga
: Ketentuan Akad
1.
Akad
yang digunakan adalah akad Wakalah bil Ujrah.
2.
Objek
Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi
3. Dalam akad
Wakalah bil Ujrah, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
a. hak dan kewajiban peserta dan perusahaan
asuransi;
b. besaran, cara dan waktu pemotongan
ujrah fee atas premi;
c. syarat-syarat
lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Keempat : Kedudukan dan Ketentuan Para Pihak
dalam Akad Wakalah bil Ujrah
o
Dalam
akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa)
untuk melakukan kegiatan sebagaimana disebutkan pada bagian ketiga angka 2
(dua) di atas.
o
Peserta
sebagai individu dalam produk saving bertindak sebagai muwakkil (pemberi
kuasa).
o
Peserta
sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai muwakkil
(pemberi kuasa).
o
Wakil
tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya, kecuali
atas izin muwakkil (peserta);
o
Akad
Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) sehingga wakil tidak menanggung
risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah
diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.
o
Perusahaan
asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi,
karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah.
Kelima
: Investasi
1.
Perusahaan
asuransi selaku pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang terkumpul dan
investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
2.
Dalam
pengelolaan dana/investasi, baik dana tabarru’ maupun saving, dapat digunakan
akad Wakalah bil Ujrah dengan mengikuti ketentuan seperti di atas, akad
Mudharabah dengan mengikuti ketentuan fatwa Mudharabah, atau akad Mudharabah
Musytarakah dengan mengikuti ketentuan fatwa Mudharabah Musytarakah.
Keenam
: Ketentuan Penutup
1.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa
ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 23 Maret 2006 / 23 Shafar 1427 H
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
|
Sekretaris,
|
DR. KH. M.A Sahal Mahfudh
|
Drs. H.M. Ichwan Sam
|
No comments:
Post a Comment