Makalah Hukum Bisnis
A. Pengertian Yayasan
A. Pengertian Yayasan
Menurut Mr. Paul
Scholten sebagai berikut: “Yayasan
adalah suatu badan
hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak.
Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu
kekayaan untuk tujuan
tertentu dengan menunjukkan
bagaimanakah kekayaan itu diurus atau digunakan.[1]
Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, yayasan adalah badan hukum yg tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus
dan didirikan untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan bantuan spt
sekolah, rumah sakit)[2]
Menjadi pertanyaan sekarang adalah
kapankah suatu yayasan itu
memperoleh kedudukan sebagai badan hukum?
Menurut Paul Scholten maupun Pitlo, ”Kedudukan badan
hukum itu diperoleh bersama-sama dengan
berdirinya yayasan itu”. Berdasarkan
hal tersebut, pendapat ini menurut Ali Rido dapat berlaku juga di Indonesia”.[3]
B. Status Badan Hukum Yayasan
Sebelum berlakunya Undang-undang
Yayasan, sebagai badan hukum (recht persoon) yayasan sudah sejak lama
diakui dan tidak diragukan. Leskipun belum ada undang - undang yang
mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari, Yayasan diperlakukan sebagai legal
entity.[4]
Yayasan sebagai badan hukum
telah diterima di Belanda dalam suatu yurisprudensi Tahun 1882 Hoge Raad,
yang merupakan badan peradilan tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa
Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat
didirikan. Pendirian Hoge Raad tersebut diikuti oleh Hoode Gerech Shof di Hindia Belanda
(sekarang Indonesia)
dalam putusannya dari tahun 1889.[5]
Meskipun sebelumnya Yayasan di
Indonesia belum ada undang-undang yang mengaturnya, beberapa pakar hokum
Indonesia diantaranya Setiawan S. H,
Prof. Soebekti serta Prof. Warjono Projodikoro berpendapat Yayasan
merupakan Badan Hukum.[6]
Setiawan, SH berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum serta
walaupun tidak ada peraturan tertulis mengenai Yayasan praktek hukum dan
kebiasaan membuktikan bahwa di Indonesia
itu dapat didirikan suatu Yayasan bahwa Yayasan berkedudukan sebagai badan
hukum.[7]
Prof. Soebekti menyatakan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum di bawah
pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan yang legal.[8]
Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya berjudul “Hukum Perdata Tentang
Persetujuan-Persetujuan Tertentu”, berpendapat bahwa Yayasan adalah badan
hukum. Dasar suatu Yayasan adalah suatu harta benda kekayaan yang dengan
kemauan memiliki ditetapkan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Pengurus
yayasan juga ditetapkan oleh pendiri Yayasan itu. Pendiri dapat mengadakan
peraturan untuk mengisi lowongan dalam pengurus. Sebagai badan hukum yang dapat
turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat, artinya dapat dijual beli,
sewa-menyewa dan lain - lain dengan mempunyai kekayaan terpisah dari barang-barang,
kekayaan orang- orang yang mengurus Yayasan itu.[9]
Adapun yang dimaksud dengan
Yayasan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yaitu:
“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial keagamaan dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.[10]
Berdasarkan pengertian Yayasan
ini, Yayasan diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat
memahami bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut. Sehingga tidak terjadi kekeliruan persepsi
tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan. Yang geraknya terbatas di
bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga tidak dipakai sebagai
kendaraan untuk mencari keuntungan.
Yayasan dipandang sebagai subyek
hukum karena memenuhi hal-hal sebagai berikut:[11]
1.
Yayasan adalah
perkumpulan orang.
2.
Yayasan dapat melakukan
perbuatan hukum dalam hubungan hukum.
3.
Yayasan mempunyai
harta kekayaan sendiri.
4.
Yayasan mempunyai
pengurus.
5.
Yayasan mempunyai
maksud dan tujuan.
6.
Yayasan mempunyai
kedudukan hukum (domisili) tempat.
7.
Yayasan dapat digugat
atau menggugat di muka pengadilan.
Sehingga dari unsur-unsur yang
tersebut di atas dapat diberikan suatu kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat
sebagai badan hukum dimana Yayasan memiliki harta kekayaan sendiri, dapat
melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum, memiliki maksud dan tujuan
serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan persamakan statusnya dengan orang-
perorangan.
Dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan lebih memperjelas lagi bahwa yayasan adalah
suatu badan hukum dimana dulu badan hukum didasarkan atas kebiasaan dan
yurisprudensi, kini status badan hukumnya jelas.
Berdasarkan batasan Yayasan
tersebut di atas, disamping juga sudah dipastikan status badan hukumnya,
Yayasan juga memiliki unsur-unsur suatu badan hukum seperti memiliki kekayaan yang
dipisahkan (sendiri) juga Yayasan memiliki maksud dan tujuan.
Dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001 dijelaskan tentang cara berdirinya Yayasan, yang berbunyi:
1.
Yayasan
didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan
pendirinya sebagai kekayaan awal
2. Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia
Sekalipun sudah ditentukan
status badan hukumnya, suatu Yayasan yang pendiriannya sesuai tidak serta merta
menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah dibuat akta pendiriannya di hadapan
notaris.
Guna mendapatkan status badan
hukum sebuah Yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia
seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi:
1.
Yayasan
memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian
2.
Yayasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2memperoleh pengertian dari Menteri.
Dengan dijelaskan prosedur
memperoleh status badan hukum menjadikan hasil yang jelas bahwa Yayasan adalah
badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan tentang
status badan hukum Yayasan.
C. Yayasan Terdiri Atas Kekayaan yang Dipisahkan
Sebuah badan hukum sudah tentu
Yayasan memiliki kekayaan yang tersendiri, dipisahkan dari para pendiri sebagaimana
disimpulkan yang dapat ditarik pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan kemudian ditekankan lagi bahwa yayasan tidak mempunyai
anggota.
Hal ini dianggap sudah cukup
jelas oleh pembuat undang-undang sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut
dalam penjelasan, ketentuan Pasal 1 ayat 1 juncto Pasal 26 ayat 1.
Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa sebuah yayasan selain merupakan kekayaan yang dipisahkan tidak terdiri
atas, orang-orang sehingga tentunya bukan berdiri atas badan hukum juga.
D. Yayasan Tidak Terdiri dari Anggota
Sebagaimana sudah diuraikan pada
penjelasan di atas, yayasan tidak mempunyai anggota. Individu yang bekerja di
dalam yayasan baik pendiri, pembina, pengurus dan pengawas bukanlah anggota.
Hal inilah yang sedikit lain
jika dibandingkan badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang terdiri atas
saham dan terdapat pemegang saham maupun koperasi yang memiliki anggota
sehingga konsekuensinya tidak ada yang memiliki kekayaan mereka untuk
mendirikan yayasan tetapi mereka sendiri bukan anggota dan atau pemilik yayasan
tersebut.
Jika melihat dalam teori
kekayaan yang bertujuan maka tampaknya hal ini sesuai dengan kondisi yayasan
dimana kekayaan badan hukum terlepas dari yang memegangnya, sehingga hak-hak
badan hukum sebenarnya adalah kekayaan yang terikat oleh satu tujuan.[12]
Karena kondisinya yang tidak
mempunyai anggota, akibatnya tidak ada keuntungan yang diperoleh yayasan dibagikan
kepada para pembina, pengurus maupun pengawas, hal ini secara tegas ditentukan
dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang berbunyi: “Yayasan
tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina pengurus dan
pengawas”.
Demikian juga ditentukan lebih
lanjut dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang menyebutkan: “Kekayaan
yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan
berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung
atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, dan pengawas, karyawan atau pihak
lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.”
Keuntungan yang didapat oleh yayasan dalam menjalankan usahanya
tersebut digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan oleh
para pendiri pada saat pendirian yayasan tersebut. Kondisi inilah yang diharapkan
oleh para pembuat undang-undang sehingga yayasan tidak didirikan untuk
berlindung di balik status badan hukum yayasan, namun digunakan untuk
memperkaya para pendiri, pengurus.
Singkatnya kekayaan yang
dimiliki oleh yayasan adalah milik tujuan yayasan itu baik berupa sosial,
keagamaan maupun kemanusiaan.
E. Organ Yayasan
Sebagai sebuah badan hukum,
yayasan mempunyai suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara
alat-alat atau organ-organ badan tersebut.[13]
Di sini tampaklah bahwa sebagai
sebuah organisasi dalam hukum segala tindakan dari yayasan diwakilkan oleh
organ-organ pengurusnya, apa yang diputuskan oleh organ tersebut adalah
keputusan dari yayasan itu.
Yayasan sebagai organisme dalam
hukum, dalam kegiatan rutin maupun tertentu yayasan dibina, diurus, dan diawasi
oleh organ yayasan. Adapun sesuai ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001 menyebutkan: “Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina,
pengurus dan pengawas”.
- Pembina
Pembina dalam yayasan memiliki
kedudukan tertinggi dimana pengawas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat
(1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang berbunyi: “Pembina adalah organ
yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau
pengawas oleh undang-undang ini atau anggaran dasar”.
Kewenangan yang diberikan kepada adalah kewenangan yang benar,
karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan
pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat
diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai diangkat oleh
rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang
tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, maupun penyingkatan sesuai
Pasal 28 ayat 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001. Kewenangan yang besar
tersebut sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 berbunyi:
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a.
Kebutuhan
mengenai perubahan anggaran dasar.
b.
Pengangkatan
dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.
c.
Penetapan
kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.
d.
Penyelesaian
program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.
e. Penetapan keputusan mengenai
penggabungan atau pembubaran yayasan.
Dengan kewenangan tersebut di
atas tampaknya seperti segalanya ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika
dicermati ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut
di atas, kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada
pengurus atau pengawas. Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga
kewenangan pengurus dan pengawas, jadi sesungguhnya pembina. mengangkat
pengurus dan pengawas, namun pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus dan
pengawas, hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota pembina tidak boleh merangkap
sebagai anggota pengurus dan atau anggota pengawas. Demikian juga ketentuan
Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal 40 ayat (4)”.
Yang dapat dilakukan oleh
pernbina adalah menilai tindakan pengurus
dalam menjalankan kegiatannya mengurus yayasan tanpa anggota tetapi yayasan mempunyai
pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya.
Kewenangan yang diberikan kepada
pembina adalah kewenangan yang besar, karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada
kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika dalam pembina
tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan
tujuan yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat (3) Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001.
Pembinaan bukanlah badan
tertinggi dalam yayasan tidak seperti yang ditentukan RUPS dalam Undang-undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Rapat
umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah orfan perseroan yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang
tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris.”
- Pengurus
Pengurus adalah organ dalam
yayasan yang melaksanakan kegiatan/ pengurusan yayasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001. Adapun guna
menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas:
a.
Ketua.
b.
Sekretaris.
c.
Bendahara.
Karena pengurus diberikan wewenang
untuk menjalankan kegiatan yayasan, maka pengurus bertanggung jawab untuk
kepentingan dan tujuan yayasan.
- Pengawas
Pengawas adalah organ dalam
yayasan yang diberikan tugas untuk melaksanakan pengawasan serta memberi
nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan tentang pengertian
pengawas yayasan ini termuat dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001.
Pengawas di dalam menjalankan
tugasnya wajib dengan itikad baik dengan penuh tanggung jawab menjalankan tugas
untuk kepentingan yayasan seperti yang dimuat dalam Pasal 40 Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001.
F.
Pendirian
Yayasan
Sebagai badan hukum yayasan
didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya
sebesar kekayaan awal sesuai dengan Pasal 9 Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan.
Adapun yang dimaksud sebagai
orang dalam ketentuan tersebut di atas, dalam penjelasannya dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Disamping itu yayasan juga dapat
didirikan berdasarkan surat
wasiat [Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001]. Disini penerima
wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat [Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor
16 Tahun 2001].
Pendirian yayasan berdasarkan
wasiat dilaksanakan karena bila tidak dilaksanakan, maka pihak yang
berkepentingan dapat meminta pengadilan pemerintah, ahli waris atau menerima
wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut [Pasal 10 ayat (3) Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001].
Pendirian yayasan dilakukan
dengan Akta Notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia, hal ini sudah ditentukan
tegas dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001, sehingga pembuatan
akta secara notarial adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi dengan memenuhi
segala ketentuan notaris dalam pembuatan akta, baik pembacaan, waktu, wilayah
kewenangan notaris maupun penandatanganan.
Tidak seperti Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan
perjanjian, maka pendirian yayasan dapat dilakukan melalui perjanjian jika
dilakukan oleh 2 (dua) orang pendirian atau lebih namun dapat juga dilakukan
tanpa perjanjian yaitu melalui wasiat, sebagaimana dilakukan tanpa perjanjian
yaitu melalui wasiat, sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001.
[1] R. Ali Rido S.
H, 2001, Badan Hukum dan Kedudukan Badan
Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni), 107.
[3] R.
Ali Rido S. H, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan Koperasi,
Yayasan, Wakaf, 111.
[4] Setiawan, S. H, April 1995,
Tiga Aspek Yayasan, (Varia Peradilan Tahun V, No. 55) 112.
[5] Arie Kusumastuti Maria
Suhardiadi, S. H, Hukum Yayasan di Indonesia Berdasarkan Undang - Undang RI
No. 16 Tahun 2001, TentangYayasan, (Indonesia Center Publishing), 18.
[6] Hisbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai
Yayasan di Indonesia, (Varia Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993),
89.
[7] Setiawan, S. H, Tiga Aspek Yayasan, 112.
[8] Prof.
Soebekti, Kamus Hukum.
[9] Arie Kusumastuti Maria
Suhardiadi, SH, Hukum Yayasan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang RI No.
16 Tahun 2001, TentangYayasan, 18.
[10] Hayati Soeroedjo, Status
Hakim Yayasan Dalam Kaitannya Dengan Penataan Badan-badan Usaha di Indonesia,
Makalah pada Temu kerja Yayasan: Status
Badan Hukum dan Sifat
Wadahnya, (Jakarta, 15 Desember 1981), 4.
[11]
Hisbllah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, 89.
[13] Ibid.,
32
No comments:
Post a Comment