Makalah Hukum Bisnis
Perbedaan Asbabul Hukmi dan Illatul Hukmi
A.
Asbabul
hukmi : Sesuatu yang jelas, dapat diukur, yang dijadikan
pembuat hukum sebagai tanda adanya hukum, lazim dengan adanya tanda itu ada
hukum dan dengan tidak adanya, tidak ada hukum. (Ushul Fiqih, Jilid I)
Contohnya : Bahwa di dalam al-Qur`an
diperintahkan untuk mengerjakan shalat Zhuhur setelah tergelincirnya mata hari.
Allah berfirman:
أقــم
الـــصلوة لــدلـوك الشـمس. (الإسراء/١٧:٧٨)
Artinya : Dirikanlah
shalat (Zhuhur) ketika tergelincir matahari. (QS. Al-Isrâ`/17:78)
Di sini, hubungan antara
perintah mengerjakan shalat Zhuhur dengan tergelincirnya
matahari tidak dapat diketahui dan
sulit dipahami oleh akal. Oleh karena itu, hal ini tidaklah dinamai
dengan ‘illat, tetapi disebut dengan sebab.
Tergelincirnya matahari yang menjadi sebab masuknya waktu dzuhur itu di samping
kita tidak mengetahui hubungan keserasiannya, kita tidak mungkin berbuat untuk
menggelincirkan matahari untuk segera datangnya kewajiban itu.
B. Illatul hukmi : Ensiklopedi Hukum Islam
jilid 2 menyebutkan ‘illat (Arab, al-‘illah) sebagai penyebab berubahnya
sesuatu. Didalam ensiklopedi ini ditegaskan bahwa ‘illat dalam kajian ushul
fiqih, merupakan permasalahan pokok dalam pembahasan kias (qiyas).
Contohnya: Dalam al-Qur`an disebutkan bahwa bagi
orang yang sakit dibolehkan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan. Allah
berfirman:
...
فمن كان منكم مريضا أو على سـفـر.... (البقرة/٢:١٨٢)
… Maka barang
siapa diantara kamu yang sakit atau sedang dalam perjalanan (boleh
tidak berpuasa) maka hendaklah ia perhitungkan pada hari-hari yang lainnya…
(QS. Al-Baqarah/2:182)
Berdasarkan ayat di atas berlaku ketentuan hukum bolehnya
orang sakit tidak berpuasa. Namun ketetapan hukum syara’ dibolehkannya orang sakit tidak berpuasa pada bulan
Ramadhan dijadikan sebagai ‘illat yang mendorong ketetapan hukum syara’ tersebut, yaitu untuk menghilangkan kesulitan atau apa
yang disebut dengan istilah masyaqqat.
Perbedaan Antara Sabab dan ‘Illat di kalangan para ulama
terdapat ikhtilaf dalam membedakan antara sabab dan ‘illat.
A.
Pendapat pertama mengatakan bahwa sesuatu yang dijadikan
sebagai tanda munculnya dan hilangnya suatu hukum syariat dimana antara sesuatu
dan hukum syariat tersebut terdapat kesesuaian yang cocok dan jelas yang dapat
diketahui dan diterima oleh akal pikiran manusia, maka hal ini disebut sabab
dan ‘illat. Sebagai contoh, berpergian (safar) menjadi sabab atau ‘illat bolehnya
berbuka dan memabukkan menjadi sabab atau ‘illat keharaman arak. Dalam contoh
tersebut akal pikiran manusia dapat menemukan satu titik kesesuaian antara
hukum syariat dan sabab atau ‘illat. Seperti dalam pembolehan berbuka puasa
ketika safar disebabkan adanya masyaqqah, sebagaimana keharaman arak karena dapat
menghilangkan akal manusia.
B.
Pendapat kedua mengatakan bahwa kesesuaian yang jelas
antara sabab dan hukum syariat, yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia
disebut ‘illat. Sedangkan yang
tidak dapat diketahui oleh akal manusia disebut sabab. Dapat dikatakan
bahwasanya sabab bukan ‘illat, sebaliknya ‘illat juga bukan sabab.
No comments:
Post a Comment