Thursday, March 1, 2012

Etika Bisnis Islam

Makalah Hukum Bisnis

A.    PENGERTIAN ETIKA BISNIS ISLAM
1.      Definisi Etika
Etika itu sendiri merupakan salah satu disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar berhasil menjadi sebagai manusia (Franz Magnis-Suseno: 1999).
Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam arti: petama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus, mesti, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. Kedua, pencairan ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencairan kehidupan yang baik secara moral.
2.      Pengertian Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
secara terminologi, ada beberapa pengertian pula tentang bisnis. Menurut Hughes dan Kapoor, bisnis merupakan sesuatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan (laba) atau menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari urain pengertian-pengertian di atas pada hakikatnya adalah usaha memenuhi kebutuhan manusia, organisasi atau masyarakat luas dalam berbagai variasi yang dipermudah dengan medium penukar uang. Karena uang tahan lama dan stabil untuk menentukan sebuah nilai yang secara umum bahwa bisnis tidak dapat dipisahkan dari uang dan sebaliknya. Sedangkan menurut kegunaanya, bisnis dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a.       Bisnis ekstraktif, yaitu bisnis yang bergerak dalam jenis kegiatan pertambangan atau menggali bahan-bahan tambang yang terkandung dalam perut bumi.
b.      Bisnis agraris, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang pertanian yang termasuk juga di dalamnya perikanan dan perunggasan, perkebunan dan kehutanan.
c.       Bisnis industry, yaitu bisnis yang bergerak dalam bidang industri manufaktur.
d.      Bisnis yang bergerak dalam bidang jasa.
3.      Pengertian Etika Bisnis Islam
Etika Bisnis Islam secara tidak langsung mempelajari tentang mana yang mengandung hal baik atau hal yan buruk, benar atau salah sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas.
Sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Dari semua diatas yang paling dominan adalah moralitas yang membahas tentang baik atau buruk, terpuji atau tercela, benar atau salah, wajar atau tidak wajar, pantas atau tidak pantas dari perilaku manusia. Serta kajian tersebut di tambah dengan halal-haram.
4.      Objek Etika Bisnis Islam
Jadi, dari urunan diatas Objek Etika Bisnis Islam ada tiga tingkatan, yaitu:
a. &nbrp;     Tingkatan individual (pegawai).
b.      Organisasi (perusahaan).
c.       Masyarakat.
Karena dari ketiga objek ini kadangkala perilaku yang bagus bagi pegawai perusahaan, tetapi belum tentu baik bagi perusahaan atau sebaliknya. Begitu juga baik bagi perusahaan, tetapi belum tentu baik bagi masyarakat. Maka esensinya adalah etika, sehingga dapat mewujudkan adagium yang mengatakan “Good is Gold”.

B.     PRAKTIK BISNIS RASULULLAH SAW
Bisnis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. sehingga masalah bisnis merupakan masalah penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu bisnis berjalan terus, tanpa pandang bulu, apakah yang menjalankan bisnis tersebut sebagai orang muslim atau non muslim.
Bagi orang muslim, bisnis bukanlah fenomena baru, namun fenomena lama yang telah dijalankan oleh panutan umat muslim, yaitu Rasulullah SAW. Beliau telah gamblang menjelaskan kepada umatnya, baik melalui sabda beliau maupun melalui praktik secara langsung. Maka sudah seharusnya kaum muslimin meneladani sifat-sifat dalam praktik bisnis yang dilakukan oleh Nabi. Karena dewasa ini, begitu banyak praktik bisnis yang berkembang dan realitas praktik bisnis yang ada seringkali mengabaikan nilai-nilai moralitas, etika dan menyimpang dari apa yang diajarkan Nabi.
Perhatian terhadap praktik bisnis Rasulullah SAW mulai mengemuka seiring dengan munculnya konsep ekonomi Islam. Selain membangun kerangka teori ekonomi Islam dan berbagai aspeknya, juga dicari tokoh yang dapat dijadikan teladan dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi. Muhammad SAW merupakan figur yang tepat dijadikan sebagai teladan dalam bisnis dan perilaku ekonomi yang baik. Beliau tidak hanya memberi tuntunan dan pengarahan tentang bagaimana kegiatan ekonomi, tetapi beliau mengalami sendiri menjadi seorang pengelola bisnis.
Kesuksesan Nabi Muhammad SAW telah banyak dibahas para ahli sejarah. Salah satu sisi kesuksesan Nabi Muhammad adalah kiprahnya sebagai seorang padagang (wirausahawan). Karena itu sebagai bussnisman sukses yang bermoral dan beretika kita perlu merekonstruksi sisi tijarah Nabi Muhammad SAW, khususnya manajemen bisnis yang beliau terapkan sehingga mencapai sukses spektakuler di zamannya.

C.    KONSEP BISNIS DALAM AL-QURAN
Bisnis selalu memegang peranan vital di dalam kehidupan sosial dan ekonomi manusia sepanjang masa, sehingga kepentingan bisnis akan mempengaruhi tingkah laku bagi semua tingkat individu, sosial, regional, nasional, dan internasional.
Umat Islam telah lama terlibat dalam dunia bisnis, yakni sejak empat belas abad yang silam. Fenomena tersebut bukanlah suatu hal yang aneh, karena Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan kegiatan bisnis. Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sendiri terlibat di dalam kegiatan bisnis selaku pedagang bersama istrinya Khadijah.
Al-Quran sebagai Kitab Suci Umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al-Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan dunia bisnis.
Seorang ilmuwan dari Barat, C.C. Torrey dalam disertasinya yang berjudul The Commercial Theological Terms in the Koran menyatakan bahwa Al-Quran menggunakan terminology bisnis sedemikian ekstensif. Ia menemukan 20 (dua puluh) macam terminology bisnis dalam Al-Quran dan diulang sebanyak 370 kali dalam berbagai ayat. Penggunaan terminology bisnis yang sedemikian banyak itu, menunjukkan sebuah manifestasi adanya spirit yang bersifat komersial dalam Al-Quran.
Al-Quran mengatur kegiatan bisnis secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek bisnis. Para peneliti yang meneliti tentang hal-hal yang ada dalam Al-Quran mengakui bahwa praktek perundang-undangan Al-Quran selalu berhubungan dengan transaksi. Hal ini menandakan bahwa betapa aktivitas bisnis itu sangat penting menurut Al-Quran.
Al-Quran memandang bisnis sebagai pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Kitab suci umat Islam ini dengan tandas mendorong para pedagang untuk melakukan sebuah perjalanan yang jauh dan melakukan bisnis dengan para penduduk di negeri asing. Hal itu berarti bahwa perdagangan lintas batas atau globalisasi bukanlah sesuatu yang aneh dalam Al-Quran.
Di samping penghormatannya terhadap bisnis, Al-Quran juga seringkali membicarakan makna kejujuran dan keadilan dalam perdagangan. Al-Quran sangat menghargai aktivitas bisnis yang selalu menekankan kejujuran dalam hal bargaining sebagaimana yang diatur dalam Surah Al An’aam ayat 152, Surah Al Israa’ ayat 35, dan Surah Ar Rahmaan ayat 9.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat, sikap Al-Quran bukan saja mengizinkan transaksi bisnis, tetapi juga mendorong dan memotivasi hal tersebut. Namun untuk memberikan penjelasan yang lebih akurat dan jelas untuk membedakan antara bisnis yang menguntungkan dan bisnis yang menjerumuskan, perlu kiranya kita bahas lebih lanjut.
Al-Quran memandang kehidupan manusia sebagai sebuah proses yang berkelanjutan. Dalam pandangan Al-Quran, kehidupan manusia dimulai sejak kelahiran dan tidak berhenti pada saat kematian. Hidup setelah mati, ad`lah sebuah keimanan yang sangat vital dan esensial. Tanpa keimanan pada hal yang sangat vital dan esensial, maka semua struktur dari system keimanan Al-Quran akan rusak dan berantakan.
Manusia harus bekerja bukan hanya untuk meraih sukses di dunia, namun juga kesuksesan di akhirat. Semua hasil pekerjaan seseorang akan mengalami efek yang sedemikian besar pada diri seseorang, baik efek positif maupun negatif. Seorang penganut agama Islam harus bertanggungjawab dan memikul semua konsekuensi aksi dan transaksinya selama di dunia pada saat nanti di akhirat, yang kemudian dikenal dengan Yaumil Hisaab (Hari Perhitungan) dan Yaum al-Diin (hari Pembalasan).
Dengan demikian, konsep Al-Quran tentang bisnis dilihat dari seluruh aspek perjalanan hidup manusia. Suatu bisnis tidak dianggap berhasil, jika hanya membawa keuntungan pada waktu tertentu saja, dan kemudian mengalami kebangkrutan atau kerugian yang diderita melampaui keuntungan yang pernah dicapai. Bisnis akan dianggap berhasil dan menguntungkan, jika apa yang didapat oleh seorang pelaku bisnis melebihi ongkos yang dikeluarkan atau melampaui kerugian yang diderita serta mempunyai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Skala perhitungan semacam bisnis ini akan ditentukan pula di hari akhir nanti.
Bisnis yang menguntungkan dalam al-qur’an, bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen dasar:
1.      Investasi yang prospektif.
2.      Keputusan yang tepat dan logis.
3.      Perilaku yang terpuji.

1.      Investasi yang prospektif
Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah jika ia ditujukan untuk menggapai ridha Allah.
Karena kekayaan Allah itu tanpa batas dan tidak akan habis, maka merupakan pilihan terbaik untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang Allah janjikan dengan mengambil kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an, rahmat (kasih sayang) Allah digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala kenikmatan yang ada di dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling puncak, tentu saja investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari segala jenis investasi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, “Bagaimana dan apa yang diinvestasikan itu?”
Investasi itu seluruhnya sangat tergantung pada kondisi dan keikhlasan orang yang melakukan. Jika ia melakukannya dengan baik dan ikhlas, maka pahala dari investasi itu akan dilipatgandakan luarbiasa oleh Allah. Mungkin saja investasi itu berupa jiwa dan harta mereka, ataupun hanya harta saja. Harta kekayaan yang dipergunakan di jalan Allah (yakni dalam hal-hal yang baik) akan Allah berkati dan akan dilipatgandakan. Penggunaan belanja yang benar di jalan Allah inilah yang dinilai Al-Qur’an sebagai bisnis yang tak akan rugi. Bukan hanya itu, bisnis seperti ini secara positif juga akan membuahkan hasil yang berlimpah dan berlipatganda.
Investasi yang prospektif juga bisa berupa meringankan, melonggarkan, dan tidak mengejar-ngejar para debitur (pengutang) yang benar-benar tidak mampu mengembalikan utang tersebut. Sikap dan perilaku kreditur (pemberi utang) yang demikian dinilai sebagai investasi yang menguntungkan. Membelanjakan harta untuk zakat adalah salah satu jalan untuk menggapai ridha Allah. Allah menjanjikan akan memberikan ganjaran yang berlipat-lipat. Mempergunakan kekayaan dalam hal-hal yang baik juga dinilai sebagai pinjaman yang baik (qardh hasan) yang dibayarkan sejak awal pada Allah. Allah juga menjanjikan bagi mereka yang melakukannya dengan pahala yang berlipatganda. Pinjaman indah ini Allah janjikan akan dibayar minimal sepuluh kali lipat dari jumlah yang dipinjamkan. Bahkan, sabar atas rasa sakit yang menimpa fisik, penderitaan mental akibat adanya teror dan pengusiran, atau tabah atas ancaman pembunuhan, atau terbunuh karena membela kebenaran; semua itu menurut Al-Qur’an dianggap sebagai investasi yang sangat menguntungkan.
2.      Keputusan yang tepat dan logis
Agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut didasarkan atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati. Mdnurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia, tetapi juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar. Karena kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an selalu menasihati manusia agar selalu mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan untuk mendapat pahala di akhirat, bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sekalipun.
Usaha untuk mencari keuntungan yang banyak dengan cara-cara bisnis yang curang hanya akan menghasilkan sesuatu yang sangat tidak baik dan menimbulkan kepailitan, yang mungkin saja terjadi di dunia ini. Dengan demikian, menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah, bukan hanya dengan melakukannya secara profesional dan benar, namun juga menghindari segala bentuk praktek-praktek curang, kotor dan koruptif.
Preferensi pada apa yang disebut dengan halal dan thayyib (baik) dengan dihadapkan pada sesuatu yang haram dan khabits (buruk) adalah salah satu yang dianggap sangat baik untuk pengambilan keputusan yang logis dan bijak. Sesuatu yang baik tidak akan pernah bersatu dengan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, bisnis yang menguntungkan akan selalu diberikan pada hal yang thayyib, meskipun dalam kuantitasnya tidak lebih banyak dari yang khabits. Al-Qur’an menekankan bahwa sebuah bisnis yang kecil namun lewat jalan halal, jauh lebih baik daripada bisnis besar yang didapatkan melalui cara-cara yang haram.
Dalam Al-Qur’an, transaksi terbaik adalah yang memberikan garansi terhindarnya seseorang dari neraka dan memberi jaminan masuk surga. Transaksi yang menguntungkan ini hanya bisa diwujudkan dengan cara beriman kepada Allah dan Rasul-Nya secara konsisten, dan berjuang di jalan Allah dengan harta maupun jiwanya. Allah swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku tunjukkan suartu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu apabila kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan memasukkanmu ke istana di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Ash-Shaff: 10-12).
Disamping akan memperoleh ganjaran yang demikian banyak dari Allah di akhirat nanti, dalam transaksi ini Allah juga menjanjikan akan memberi “bonus cash” di dunia dalam bentuk dukungan Allah dan menjadikan mereka menang dalam menghadapi kompetitor-kompetitornya.
3.      Perilaku yang terpuji
Dalam Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia juga akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan kesepakatan juga merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat dengan sempurna.
Al-Qur’an memerintahkan orang-orang beriman untuk memegang amanah dengan baik dan menepati janji, dan bersikap adil serta moderat terhadap sesama manusia. Lebih dari itu, seorang muslim dalam aktivitas bisnisnya harus selalu ingat kepada Allah, menjaga ibadah ritualnya, tidak lalai atas kewajiban zakat dan infaqnya, menghentikan sejenak aktivitas bisnisnya ketika datang panggilan shalat, betapapun sibuk dan padat jadwal kegiatan hariannya. Al-Qur’an menyatakan bahwa sesungguhnya harta kekayaan, disamping isteri dan anak-anak, itu adalah ujian bagi integritas kemanusiaannya.

D.    PRINSIP – PRINSIP ETIKA BISNIS
1.      Prinsip Otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
  1. Prinsip Kejujuran. Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
  2. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik. Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.
  3. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
  4. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri. Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan oranf lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Selain itu juga ada beberapa nilai – nilai etika bisnis yang dinilai oleh Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting, seharusnya jangan dilanggar, yaitu:
  1. Kejujuran - Banyak orang beranggapan bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu demi mendapat keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk unsur penting untuk bertahan di tengah persaingan bisnis.
  2. Keadilan - Perlakukan setiap orang sesuai haknya. Misalnya, berikan upah kepada karyawan sesuai standar serta jangan pelit memberi bonus saat perusahaan mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga, misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
  3. Rendah Hati - Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya, dalam mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan produk bersaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah poduk/jasa. Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau terdengar terlalu sempurna, pada kenyataannya justru sering kali terbukti buruk.
  4. Simpatik - Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di depan klien atau konsumen anda, tetapi jtga di hadapan orang-orang yang mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain.
  5. Kecerdasan - Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu mewaspadai dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.
  6. Lakukan dengan cara yang baik, lebih baik atau dipandang baik Sebagai pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang berlaku. Perhatikan juga norma, budaya atau agama di tempat anda membuka bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di suatu Negara atau daerah, belum tentu cocok dan sesuai untuk di terapkan di Negara atau daerah lain. Hal ini penting kalau ingin usaha berjalan tanpa ada gangguan.
  7. Saling mengungtungkan antara kedua pihak dan tidak merugikan keduanya.
  8. Di lakukan dengan rasa suka sama suka tidak dengan cara memaksa satu sama lain.
  9. Dilakukan dengan cara mendekatkan diri kepada  Allah, tidak melakukan dengan cara bermewah-mewahan.

E.     MACAM – MACAM BISNIS-BISNIS TERLARANG
Bentuk-bentuk transaksi bisnis dan kegiatan ekonomi berkembang cepat seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Transaksi bisnis –perdagangan barang dan jasa– dan berbagai kegiatan ekonomi konvensional –seperti jual beli langsung—sudah diikuti dengan transaksi yang lebih “modern” melalui kegiatan E-commerce, Multi Level Marketing (MLM) dan lain sebagainya. Seiring itu juga muncul perusahaan yang bergerak dalam sektor perdagangan barang dan jasa yang sangat beragam mulai dari jasa perbankan, broker, asuransi, serta lembaga keuangan bank dan bukan bank yang mengelola transaksi di Pasar Uang, Pasar Valas dan Pasar modal.
Melihat begitu beragamnya transaksi bisnis tersebut, maka adalah suatu keharusan bagi kaum Muslimin untuk mengkaji bagaimana beragam bentuk transaksi bisnis tersebut menurut sisi Syari’at Islam ?. Berikut ini beberapa hal yang terlarang dalam bisnis.
1.      Riba
Riba menurut istilah syara’ adalah pertambahan akibat pertukaran jenis tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis di tempat pertukaran (majlis at-tabâdul), seperti yang terjadi dalam ribâ al-fadhl, ataupun disebabkan oleh kelebihan tenggang waktu (al-’ajal), sebagaimana yang terjadi dalam ribâ an-nasî’ah aw at-ta’khîr
Diantara dalil yg menunjukkan haramnya Riba :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila; keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” QS Al-Baqarah 2:275.

2.      Judi
Yakni segala bentuk transaksi yang mengandung unsur untung-untungan, taruhan, yang ketika akad itu terjadi hasil yang akan diperolehnya belum jelas, dalam transaksi tersebut akan ada sebagian pihak yang diuntungkan dan sebagian pihak yang dirugikan.
Undian dapat dipandang sebagai perjudian dimana aturan mainnya adalah dengan cara menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian biasanya diadakan untuk menentukan pemenang suatu hadiah.
Judi dapat terjadi dalam beberapa bentuk seperti : taruhan, lotre, undian, perlombaan, bahkan bisa jadi dalam betuk jual beli. Judi baik kecil ataupun besar, baik merupakan factor yang dominan atau merupakan factor kecil dari sebuah transaksi, hukumnya adalah haram. Dan Pada jaman jahiliah, maysir terdapat d`lam dua hal yaitu:
a.       Dalam permainan dan atau perlombaan
b.      Dalam transaksi bisnis/mu'amalat
Dalil mengenai haramnya Perjudian
Beberapa dalil yang menjelaskan keharaman berjudi adalah:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan maysir, katakanlah bahwa didalamnya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat yang banyak, tetapi dosanya lebih banyak daripada manfaatnya.” ( QS Al-Baqarah 2:219).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS al-Maaidah 5:90)

3.      Gharar
Gharar dalam bahasa Arab bermakna al-khathr, yang berarti bahaya, disebut bahaya karena gharar secara lahiriah tampak menarik akan tetapi kenyataanya bias sebaliknya, maka dia mengandung unsure bahaya/ resiko bagi pihak yang berakad.Gharar juga berarti al-jahaalah atau ketidak jelasa yakni jual beli yang tidak jelas di mata pihak-pihak yang berakad. Selain alkhathar dan al-jahaalah gharar secara bahasa juga berarti al-khidaa’ (tipu daya/penipuan).
Dalil yang mengharamkan gharar
Pada dasarnya ulama sepakat bahwa gharar adalah haram berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw melarang baiul hashooh dan baiul gharar.”
Jenis gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa dikategorikan ke dalam beberapa macam:
Pertama: Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum) atau bahkan tidak ada wujudnya; seperti menjual anak ayam yang belum menetas, menjual anak yang masih berada dalam kandungan atau bahkan menjual barang yang sama sekali tidak ada wujudnya di dunia. Dalam hal ini terdapat pengecualian jika yang dilakukan adalah jual beli dengan akad bai-‘us salam (pesanan), yaitu dengan cara membayar tunai, disebutkan spesifikasi barang yang dibeli, dan barang dengan spesifikasi yang tersebut dalam akad sangat mungkin diadakan, serta wajib diserahkan oleh penjual pada waktu yang ditentukan.
Dalam era modern, praktek seperti ini terkadang menjadi sulit apabila terjadi manipulasi produk yang dijual, misalnya seseorang yang menjual e-book dengan system MLM, menjual hak cipta melaui MLM, sering kali hal ini hanya merupakan sebuah kamuflase biar seakan-akan ada barang yang diperjual belikan, padahal sebenarnya sesuatu yang diperjual belikan itu tidak jelas, tidak ada atau bias didapatkan tanpa harus membeli.
Kedua: Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Aljahalah atau ketidak pastian di sini beraneka ragam kemungkinan bentuknya, ada yang majhul dalam harganya, ada yang majhul ukurannya, ada yang majhul spesifikasinya. Seperti menjual makanan dalam kaleng yang tidak ada gambarnya, menjual buah-buahan yang masih berada di pohon dan buahnya berada di dalam tanah, menjual buah-buahan yang belum layak konsumsi, atau orang sering menyebut dengan istilah seperti menjual kucing dalam karung.
Ketiga: Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Jual beli burug yang terbang ke langit.

F.     KEBERKAHAN DALAM BERBISNIS
Berkah atau al-barakah secara bahasa berarti bekembang, bertambah, dan kebahagiaan, menurut imam nawawi asal makna keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan abadi, jadi keberkahan adalah sesuatau kebaikan yang berkembang untuk seorang yang mau mencari keberkahan itu.
Keberkahan adalah harga mutlak saat meniti dunia bisnis. Apapun jenis bisnis yang digeluti, berkah atau tidaknya bisnis tersebut, hendaknya jadi patokan. Usaha yang dikerjakan, tidak hanya berputar masalah untung rugi dalam hitungan duniawi. Namun, ia juga harus dibumbui nilai-nilai ukhrawi, yaitu keberkahan. Karena berkah adalah sebuah deklarasi seorang hamba yang mendambakan ketenangan dan ketentraman dalam hidup. Sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan, ”Barang siapa yang memudahkan urusan seseorang, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya.” Hendaknya hadis itu menjadi tuntunan dalam menganyam usaha berbisnis yang berkah. Usaha yang mendatangkan keselamatan dan rahmat dari Allah SWT. Lalu mengapa harus menempatkan keberkahan dalam berusaha sebagai asas utama? Jawabnya karena dengan keberkahan, berbagai manfaat akan dapat kita tuai. Diantaranya adalah hati yang tenang, nyaman dan kokoh dalam keyakinan kepada Allah. Selain itu, pertolongan Allah pun akan mudah mengalir dalalam setiap aspek kehidupan. Begitu juga dengan kemudahan dalam beribadah, akan menjadi salah satu manfaat dari usaha yang berkah. Ibadah yang dikerjakan akan menjadi ringan, tanpa kesulitan berarti.
Manfaat lainnya, kerja akan menjadi efektif dan efisien. Tidak ada yang terbuang percuma. Semuanya menjadi straight to the point, karena apa yang dilakukan senantiasa dalam tuntunan Allah. Dan yang paling penting, keselamatan dunia akhirat menjadi jaminan atas janji Allah untuk setiap usaha dengan nilai-nilai keberkahan. Dan dapat di simpulkan 13 cara meraih keberkahan dalam bisnis, yaitu:
1.      Pengetahuan dan keterampilan.
Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah orang yang berpengetahuan luas atau berilmu, karna dengan berilmulah bisnis akan maju dan dengan orang yang berketrampilan pulalah bisnis akan bekmembang, maka dari itu saat kita akan memilih seseoran, haruslah dilihat kredibilitasnya. Layak atau tidak ia ditempatkan dalam posisi tersebut. Ini harus diingat sebaik mungkin. Sebab, banyak usaha bangkrut atau merugi, karena menyerahkan pengelolaannya pada orang yang tidak ahli.
2.      Niat.
Apa yang membedakan antara shalat shubuh dengan shalat tahiyatul masjid? Tentu saja pada niat. Karena jumlah rakaat di kedua shalat tersebut sama-sama dua rakaat. Begitu juga dalam menjalankan dunia bisnis. Jangan sampai niat dalam berbisnis, hanya sekadar mencari uang atau hal-hal yang berbau materi. Amatlah merugi! Sebab banyak orang yang amalnya lepas begitu saja karena tidak pakai niat. Hendaknya setiap berbisnis, dipayungi oleh niat untuk taat dan kenal kepada Allah. Yang kemudian membawa pada semakin kuatnya keyakinan akan janji dan jaminan Allah.
3.      Takwa. 
Dalam surah At-Thalaq [65]: 2-3, Allah berfirman, “...Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka...” Itulah kekuatan dari takwa. Dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah, maka Allah yang akan menyelesaikan urusan tersebut. Ikhtiar hendaknya dipahami sebagai bentuk usaha manusia, bukan sebuah kepastian terselesainya suatu urusan.
4.      Kejujuran.
Rasullullah pada seribu empat ratus tahun yang lalu, telah dikenal dengan panggilan Al-Amin (yang dipercaya) atas kejujurannya. Ini menunjukkan keutamaan dari kejujuran dalam hidup. Begitu juga dalam dunia berbisnis. Jangan gadaikan hidup dengan ketidakjujuran. Orang yang tidak jujur akan ditinggalkan dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Dunia bisnis yang dibangun atas dasar kepercayaan, akan membuat orang yang tidak jujur, tertolak keberadaannya. ”Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan kedustaan menimbulkan keraguan”. (HR. Tirmidzi).
5.      Tekun (Istiqamah). 
Ketekunan atau istiqamah mendatangkan karamah (kemuliaan). Dalam dunia bisnis, hal ini juga berlaku. Tidak ada satu pun bisnis akan berhasil jika tidak ditekuni. Jadi kuncinya adalah tekun. Yang berarti fokus dalam menjalankan bisnis yang saat ini dijalani. Karena dominan masalah dalam dunia bisnis adalah kurangnya ketekunan.
6.      Tawakal. 
Jika kita di dalam jurang dan hanya ada seutas tali yang tergantung erat, apa yang harus dilakukan? Tentu saja kita berpegangan kuat pada tali tersebut. Sebab kita tahu, tali itulah yang akan menyelamatkan. Itu juga berlaku pada konsep tawakal. Dengan berserah diri hanya kepada Allah, maka yakinlah bahwa Allah mengurus rejeki kita. Ini adalah aplikasi dari konsep tauhid. ”...Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya...” (QS. Ath-Thalaq [65]: 3).
7.      Bangun lebih pagi. 
Usahakan tidak tidur setelah shubuh. Karena keberkahan dan rejeki ada saat selesai shalat shubuh hingga fajar menjelang. Perbanyak aktifitas atau sedekah. Kebiasaan ini tidak hanya membawa keberkahan atas usaha yang dilakukan pada siang harinya, tapi juga akan membuat kita siap menghadapi tantangan pada hari itu.
8.      Dzikrullah. 
Senantiasa melafazkan dzikir akan mendatangkan banyak manfaat. Menghiasi hari dengan mengingat Allah akan menjauhkan diri dari tipu daya setan. Ucapan dzikir seperti, ya Fattah, itu membuka urusan. Ya Rozak, itu yang membuka pintu rejeki. Bisa juga dengan istiqfar, yang banyak manfaatnya. Seperti diampuni dosa, diberikan ketenteraman dan diberikan rejeki dari arah yang tidak diduga-duga.
9.      Syukur. 
”...Jika kalian bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat itu kepada kalian dan jika kalian ingkar, maka siksa-Ku amat keras.” (QS. Ibrahim [14]: 7). Ini adalah janji dan jaminan Allah. Perilaku yang tidak hanya mengantarkan pada rahmat Allah, namun juga kasih-Nya.
10.  Toleransi. 
Bentuknya bermacam-macam. Diantaranya dengan mempermudah orang yang berutang. Bila ia belum mampu melunasinya, dalam Islam diajarkan untuk menangguhkan waktu pelunasannya. Kalau perlu dibantu atau dikurangi. Jika memungkinkan, utang tersebutkan dihalalkan. Jika ada utang yang dihalalkan, lihat saja pertolongan Allah nanti seperti apa. ”Allah Mengasihi orang-orang yang longgar apabila menjual dan apabila membeli dan jika menagih hutang.” (HR. Bukhari).
11.  Zakat dan infak. 
Jika ingin terbukanya pintu rejeki, harus membukakan pintu sedekahnya. Jangan khawatir akan kekurangan. Tidak ada ceritanya ada orang yang menjadi miskin karena mengeluarkan hartanya untuk zakat, infak atau pun sedekah. 
12.  Qanaah.
”Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya jiwa.” (HR. Bukhari Muslim). Yakinilah ini dan jadikan sifat qanaah (merasa cukup) sebagai sikap hidup dalam melakoni dunia usaha. Dengan begitu, insya Allah keberkahan rejeki akan menghampiri.
13.  Silaturahim. 
Kadang kala kita berdoa minta rejeki, tapi kita sendiri yang menolaknya. Oleh Allah didatangkan rejeki lewat konsumen, namun tertolak karena perilaku kita. Karenanya jangan mengusir konsumen dengan perilaku negatif. Hormati dan perluas silaturahim. Itu dapat membuka jalan bagi datangnya rejeki.
Semoga dengan 13 cara ini, keberkahan di dunia bisnis akan terwujud. Sebagaimana ikrar bahwa hidup dan mati hanya untuk Allah, maka keberkahan adalah hasil nyata akan kebenaran dari ikrar tersebut. Ikrar yang menuju keselamatan dunia akhirat.

No comments:

Sample text

Hargailah yang bersusah payah membuat blog ini