Makalah Hukum Bisnis
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda (assurantie),
atau dalam bahasa perancis (assurance), atau dalam bahasa Inggris (assurance/insurance ).
Kata assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedangkan kata
insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan istilah : at Takaful,
atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung. Dalam Al-Qur’an
Allah telah memerintahkan agar sesama manusia kita harus saling tolong
menolong. Firman Allah:
....وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد
......... dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)
Dalam al-Qur’an juga telah disebutkan tentang perintah
untuk mempersiapkan hari depan, yaitu firman Allah:
يا
أيها الذين أمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18).
Menurut terminologi sebagaimana yang
disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
“Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.[1]
Sedangkan
berdasarkan penetapan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang pedoman umum
asuransi syariah menetapkan bahwa “Asuransi syariah (ta’min, takful atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariah.”[2]
B.
Dalil-dalil
yang Berhubungan dengan Asuransi
Sebagaimana yang telah dijelaskan dimuka bahwa tidak ada
satu pun ketentuan di dalam AL-Quran dan Al-Hadits yang mengatur secara
eksplisit (tegas) tentang asuransi. Namun demikian dapatlah dijadikan dalil
ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits berikut ini:
Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong
menolong dalam perbuatan positif, antara lain :
....وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقواالله إن الله شديد
......... dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)
يا
أيها الذين أمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18).
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بـهيمة الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد وأنتم حرم إن الله يحكم ما يريد
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)
يا أيها الذين أمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS.
Al-Maidah [5] : 90 )
…… وأحل
الله البيع وحرم الربا ……
Dan
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا إن كنتم مؤمنين
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-baqarah :
278).
فإن
لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكم رءوس أموالكم لا تظلمون ولا تظلمون
Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)
وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة وأن تصدقوا خير
لكم إن كنتم تعلمون
Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).
C. Akad Dalam Asuransi Syariah
Akad asuransi yang sesuai dengan syariah hanya ada dua
akad, yaitu akad tijarah dan tabarru’. Kedua akad ini tentunya harus terhindar
dari segala bentuk gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm
(penganiayaan), risywah (suap), serta barang haram dan maksiat.
Berdasarkan penetapan DSN-MUI yang dimaksud kedua akad
tersebut ialah:[3]
1.
Akad
tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Akad
tijarah yang dimaksud adalah mudharabah. Dalam akad ini perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal
(pemegang polis). Akad ini dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak
yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2.
Akad
tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong,
bukan semata untuk tujuan komersial. Akad tabarru’ yang dimaksud adalah hibah.
Dalam akad tabarrru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan
bertindak sebagai pengelola dana hibah. Sayangnya akad tabarru’ ini tidak dapat diubah menjadi jenis akad
tijarah.
D. Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah
Asuransi
merupakan salah satu produk dari sebuah perbisnisan. Dalam islam kita mengenal
kata muamalah (bisnis) dan hal itu sangat dianjurkan. Terutama bermuamalah
(berbisnis) yang sesuai dengn syar’i tentunya. Firman Allah:
يا أيها الذين أمنوا أوفوا بالعقود أحلت لكم بـهيمة الأنعام إلا ما يتلى عليكم غير محلى الصيد وأنتم حرم إن الله يحكم ما يريد
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedng mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)
يا أيها الذين أمنوا <//span>إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون
Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat kebertntungan. (QS.
Al-Maidah [5] : 90 )
…… وأحل
الله البيع وحرم الربا ……
Dan
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله وذروا ما بقي من الربا إن كنتم مؤمنين
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-baqarah : 278).
فإن
لم تفعلوا فأذنوا بحرب من الله ورسوله وإن تبتم فلكم رءوس أموالكم لا تظلمون ولا تظلمون
Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa
Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279)
وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة وأن تصدقوا خير لكم إن كنتم تعلمون
Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)
يا أيها الذين أمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29).
Dalam
bermuamalah tentunya juga mempunyai prinsip-prinsip. Karena asuransi itu juga
termasuk kegiatan muamalah, maka prinsip yang dianut oleh asuransi juga sama
dengan prinsip-prinsip secara umum dari muamalah.
Suatu
asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah
tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:[4]
1.
Asuransi
syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling
menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT
berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan
jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat
mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan
hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau
terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya
menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi
menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah
sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan
sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat
bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti
atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan,
maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
E.
Jenis-Jenis
Asuransi Takaful[5]
Syarikat
Takaful bertindak sebagai al-mudharib, penerima pembayaran dari peserta takaful
untuk diadministrasikan, diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah. Yang
bertindak sebagai sahibul mal adalah peserta takaful, yang memperoleh manfaat
jasa perlindungan serta bagi hasil dari keuntungan Syarikat Takaful. Syarikat
Takaful menyediakan dua jenis perlindungan takaful.
1. Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa)
Takaful
keluarga bentuk takaful
yang memberikan perlindungan finansial kepada peserta takaful dalam menghadapi
bencana kematian dan kecelakaan yang menimpa kepada peserta takaful.
Bentuk-bentuk Takaful Keluarga yang ditawarkan adalah:
a. Takaful Individu :
1)
Takaful
Dana Investasi
2)
Takaful
Dana Haji
3)
Takaful
Dana Siswa
4)
Takaful
Anuitas
5)
Takaful
Anak Asuh
6)
Takaful
Kesehatan
7)
Takaful
Al-Khairat
8)
Takaful
Kecelakaan Diri
b. Takaful Kumpulan :
1)
Takaful
Pembiayaan
2)
Takaful
Al-Khairat
3)
Takaful
Majelis Taklim
4)
Takaful
Kecelakaan Diri Kumpulan
5)
Takaful
Kecelakaan Siswa
6)
Takaful
perjanjian Haji dan Umroh
7)
Takaful
Wisata dan Perjalanan
2. Takaful Umum (Asuransi Umum)
Takaful umum adalah bentuk takaful yang memberikan
perlindungan finansial kepada peserta takaful dalam menghadapi bencana atau kecelakaan
harta benda milik peserta takaful.
Bentuk-bentuk Takaful Umum yang ditawarkan adalah:
a. Non-Marine
1)
Takaful
Kebakaran (Fire Insurance).
2)
Takaful
Kendaraan Bermotor (Motor Vehicle
Insurance)
3)
Takaful
Rekayasa (Engineering Insurance):
a)
Takaful
Risiko Pembangunan (Contractor All Risk
Insurance)
b)
Takaful
Risiko Pemasangan (Erection All Risk
Insurance)
c)
Takaful
Mesin-mesin (Mechinery Insurance)
d)
Takaful
Peralatan Elektronik (Elektronik
Equipment Insurance)
4) Takaful Aneka (Miscellaneous)
:
a)
Takaful
Penyimpanan Uang (Cash in Safe Box
Insurance)
b)
Takaful
Pengangkutan Uang (Cash in Transit
insurance)
c)
Takaful
Kecelakaan Diri (Personal Accident
Insurance)
d)
Takaful
Tanggung Gugat (Liability Insurance)
e)
Takaful
Jaminan Ketidak jujuran (Fidelity
Guarantee Insurance)
b. Marine
1) Takaful
Pengangkutan (Cargo Insurance)
a)
Takaful
Pengangkutan Laut (Marine Cargo
insurance)
b)
Takaful
Pengangkutan Darat (Land Cargo Insurance)
c)
Takaful
Pengankutan Udara (Air Cargo Insurance)
2)
Takaful
Kerangka Kapal (Hull Insurance)
3)
Takaful
Pesawat Udara (Aviation Insurance)
F.
Ikhtilaf
Sebagian Ulama Yang Membolehkan Asuransi[6]
Ada beberapa pandangan atau pendapat
mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan
tersebut terbagi tiga, yaitu:
1. Pendapat
pertama: Mengharamkan
Asuransi itu haram dalam segala macam
bentuknya, temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq,
Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Mthammad Bakhil
al-Muth'i (mufti Mesir). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
a.
Asuransi sama dengan judi
b.
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak
pasti.
c.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d.
Asuransi mengandung unsur pemerasan,
karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutk`n pembayaran preminya, akan
hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
e.
Premi-premi yang sudah dibayar akan
diputar dalam praktek-praktek riba.
f.
Asuransi termasuk jual-beli atau tukar
menukar mata uang tidak tunai.
g.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek
bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2. Pendapat
Kedua : Membolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd.
Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas
Syari'ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada
Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah
wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
a.
Tidak ada nash (al-Qur'an dan Sunnah)
yang melarang asuransi.
b.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah
pihak.
c.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan
umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi
hasil)
f.
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta'awuniyah).
g.
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan
sistem pension seperti taspen.
3. Pendapat
Ketiga : Moderat
Asuransi sosial boleh dan komersial
haram Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru
besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama
dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama
pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi
syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya
asuransi itu. Prinsip Asuransi Syariah Suatu asuransi diperbolehkan secara
syar'i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat
Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a.
Asuransi syariah harus dibangun atas
dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi
bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman, “Dan saling tolong
menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam
dosa dan permusuhan.”
b.
Asuransi syariat tidak bersifat
mu'awadhoh, tetapi tabarru' atau mudhorobah.
c.
Sumbangan (tabarru') sama dengan hibah
(pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi
peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
d.
Setiap anggota yang menyetor uangnya
menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi
menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah
sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
e.
Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan
sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat
bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti
atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
f.
Apabila uang itu akan dikembangkan, maka
harus dijalankan menurut aturan syar'i.
[2]
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
[3] Ibid.,
[5]
Muhamad Rasyid, SH.,M.Hum, Disampaikan pada Acara
Yudisium Sarjana Hukum Baru (Wisuda ke-100 dan Magister Kenotariatan Wisuda
ke-4) Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Rabu 21 September 2011.
No comments:
Post a Comment